Ganti atau campur vaksin Covid-19 pada dosis kedua dengan merek yang berbeda dari suntik dosis pertama sebenarnya tidak disarankan. Ini artinya, suntikan dosis pertama dan kedua sebaiknya harus menggunakan jenis vaksin yang sama.
2023-03-29 19:12:56
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
AstraZeneca dan Moderna merupakan beberapa vaksin Covid-19 yang sudah dapat izin darurat (sumber foto: shutterstock.com/MiguelToro)
Table of Content
Ada berbagai jenis vaksin Covid-19 yang diproduksi dan sudah mendapatkan izin darurat di sejumlah negara, seperti Sinovac, AstraZeneca, Pfizer-BioNtech, Sinopharm, dan Moderna. Sebagian besar produk vaksin ini memerlukan 2 kali dosis penyuntikan untuk mencapai perlindungan yang maksimal dalam mencegah penyakit Covid-19.
Advertisement
Berbagai merek vaksin yang tersedia tersebut pun menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah boleh ganti atau campur vaksin Covid-19 dengan merek yang berbeda dari dosis pertama? Ini artinya, vaksin dosis pertama dan dosis kedua menggunakan 2 merek vaksin berbeda.
Sebagai contoh, vaksin dosis pertama menggunakan Sinovac. Kemudian, vaksin dosis kedua menggunakan AstraZeneca. Bisa pula, vaksin dosis pertama menggunakan AstraZeneca dan Pfizer-BioNtech untuk vaksin dosis kedua.
Pencampuran vaksin seperti ini bukan hal yang baru lantaran sudah lama digunakan untuk vaksin penyakit lain, seperti vaksin ebola.
Untuk mengetahui jawabannya, simak uraian selengkapnya dalam artikel berikut ini.
Seiring dengan munculnya polemik mengenai efek samping vaksin AstraZeneca yang dinilai membahayakan tubuh, kini otoritas sejumlah negara merekomendasikan warganya menggunakan 2 merek vaksin berbeda untuk dosis pertama dan kedua.
Beberapa negara yang dimaksud berada di wilayah Eropa, seperti Jerman, Prancis, Swedia, Norwegia, dan Denmark.
Mereka menyarankan agar warga berusia lebih muda yang mendapat vaksin AstraZeneca pada dosis pertama, boleh ganti vaksin Covid-19 merek lainnya untuk dosis kedua menggunakan vaksin mengandung mRNA, seperti Pfizer-BioNtech.
Pencampuran vaksin Covid-19 menggunakan merek berbeda untuk dosis pertama dan kedua tersebut diharapkan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat dalam melawan virus corona. Adapun penelitian yang membuktikan hal ini dilakukan di Spanyol.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap 663 orang partisipan yang menerima vaksin AstraZeneca pada dosis pertama, serta dua pertiganya menerima vaksin mengandung mRNA berupa Pfizer setidaknya 8 minggu setelah dosis pertama.
Hasilnya, vaksin Pfizer-BioNtech terbukti mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh peserta yang diberi dosis pertama AstraZeneca.
Mereka menghasilkan antibodi tubuh jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Pada tes laboratorium, antibodi tersebut mampu mengenali dan menonaktifkan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Sedangkan, kelompok kontrol yang terdiri dari 232 orang tidak menerima vaksin Pfizer sehingga tidak mengalami perubahan tingkat antibodi dalam tubuhnya.
Studi terbaru yang dipublikasikan pada Juni 2021 oleh University of Oxford juga membuktikan penggunaan dosis pertama vaksin AstraZeneca dan vaksin Pfizer sebagai dosis kedua, atau sebaliknya, mampu meningkatkan kemampuan antibodi dan T-cell.
Para peneliti melihat pencampuran vaksin Covid-19 yang berbeda ini berpotensi memberikan perlindungan yang lebih baik dalam melawan Covid-19.
Selain itu, hasil studi serupa juga dilakukan oleh Korea Disease Control and Prevention Agency. Para peneliti ini mengungkapkan keampuhan vaksin dosis campuran AstraZeneca dan Pfizer, dalam menangkal varian Covid-19, seperti alpha, beta, gamma, dan delta.
Penelitian tersebut melibatkan 499 pekerja medis dengan komposisi 100 menerima dosis campuran, 200 menerima dua dosis suntikan Pfizer, dan sisanya mendapatkan dua suntikan AstraZeneca.
Zhou Xing, seorang immunologist dari McMaster University in Hamilton, Kanada, mengatakan bahwa respons antibodi berkat suntikan vaksin Pfizer dosis kedua cenderung lebih tinggi dibandingkan memperoleh vaksin AstraZeneca 2 dosis.
Namun, hasil studi tersebut belum jelas bila dibandingkan dengan partisipan menerima 2 dosis vaksin Pfizer, yang cenderung memicu respons antibodi sangat kuat setelah suntikan kedua.
Walaupun diyakini mampu meningkatkan antibodi pada tubuh, campur vaksin Covid-19 dari 2 merek berbeda saat dosis pertama dan kedua dapat meningkatkan risiko efek samping yang lebih tinggi.
Hal tersebut dibuktikan dalam studi di Inggris yang dimuat dalam jurnal The Lancet. Studi ini dilakukan terhadap 830 orang dewasa usia di atas 50 tahun yang secara acak sudah mendapat suntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada dosis pertama dan Pfizer pada dosis kedua, atau sebaliknya.
Hasilnya, ditemukan bahwa partisipan yang memperoleh pencampuran vaksin Covid-19 berbeda pada dosis pertama dan kedua mengalami efek samping vaksin ringan sampai sedang yang lebih besar dibandingkan dengan orang-orang yang mendapat vaksin dosis pertama dan kedua dari merek yang sama.
Adapun efek samping ringan sampai sedang yang dialami adalah menggigil, merasa lelah, demam, sakit kepala, nyeri sendi, malaise, nyeri otot, serta nyeri pada area tubuh yang disuntik.
Akan tetapi, reaksi efek samping tersebut berlangsung singkat dan cenderung aman. Saat ini, para peneliti sedang melakukan penelitian apakah penggunaan paracetamol dapat mengurangi risiko efek samping tersebut atau tidak.
Pada penelitian di Spanyol, ditemukan bahwa sebagian besar efek samping ringan atau sedang akibat ganti atau campur vaksin Covid-19 pada dosis pertama dan kedua hanya berlangsung 2-3 hari, serta cenderung mirip dengan efek samping penggunaan vaksin 2 dosis dari merek yang sama.
Meski kombinasi jenis vaksin berbeda yang baru ada, seperti AstraZeneca dan Pfizer, menunjukkan hasil yang aman dan menjanjikan, masih diperlukan uji klinis formal sebelum metode ini digunakan untuk mencegah angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19 sekaligus mendorong tercapainya herd immunity .
Sampai saat ini, efektivitas pencampuran vaksin Covid-19 dengan merek berbeda untuk dosis pertama dan kedua masih sangat terbatas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Juru bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, seperti dikutip dari CNN Indonesia, mengatakan bahwa penggunaan vaksin beda merek akan menyulitkan deteksi KIPI atau kejadian ikutan pasca-imunisasi.
Maka dari itu, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), World Health Organization (WHO), dan sejumlah ahli kesehatan menegaskan bahwa penggunaan vaksin Covid-19 tidak boleh diganti atau dicampur dengan merek yang berbeda. Ini artinya, suntikan dosis pertama dan kedua sebaiknya harus menggunakan jenis vaksin yang sama.
WHO sendiri belum memiliki data mengenai penggantian atau pencampuran jenis vaksin Covid-19 yang berbeda.
Direktur Vaksin Imunisasi dan Biologi WHO, Dr. Kate O'Brien, merekomendasikan bahwa sebaiknya dosis kedua vaksinasi tetap sama dengan jenis vaksin yang diberikan pertama kali.
“Kami tidak punya data mengenai mencampur dan mencocokkan vaksin Covid-19. Sebagai rekomendasi, kami mengeluarkan vaksin Pfizer maka dosis kedua juga harus vaksin Pfizer. Hal yang sama mungkin berlaku untuk rekomendasi untuk vaksin lain," kata Kate.
CDC menyatakan jika merek vaksin tertentu tidak tersedia, Anda lebih baik menunda dosis suntikan kedua (hingga 6 minggu lamanya) untuk menerima vaksin Covid-19 dari merek yang sama daripada menggunakan jenis vaksin lainnya dengan kandungan berbeda.
CDC juga mengatakan bahwa ganti atau campur vaksin Covid-19 pada suntikan dosis kedua mungkin boleh diberikan berbeda dari dosis pertama apabila stok vaksin merek tersebut sudah tidak ada lagi, dan atau calon penerima vaksin tinggal di area yang risiko paparan penyakitnya lebih tinggi.
Namun, mengganti atau mencampur vaksin Covid-19 ini tidak boleh sembarangan. Sebaiknya, penggantian atau pencampuran vaksin Covid-19 harus menggunakan vaksin yang sama-sama mengandung zat aktif (misalnya, mRNA, adenovirus) yang sama, dengan jarak minimum 28 hari.
Misalnya, Pfizer digunakan untuk suntikan dosis pertama dan Moderna pada dosis kedua, karena persamaan kedua merek vaksin ini mengandung mRNA.
Baca Juga:
Temuan yang menyebutkan potensi penggantian atau pencampuran vaksin Covid-19 dengan merek yang berbeda untuk dosis pertama dan kedua masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Uji coba klinis masih diperlukan untuk menentukan efektif tidaknya ganti atau campur vaksin Covid-19 untuk dosis pertama dan kedua.
Maka dari itu, Anda tidak disarankan untuk mengganti atau mencampur vaksin Covid-19 secara bebas tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Jika Anda masih punya pertanyaan seputar vaksinasi Covid-19 lainnya, tanyakan langsung dengan dokter lewat aplikasi kesehatan keluarga SehatQ.
Caranya, unduh sekarang melalui App Store dan Google Play
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Terdapat berbagai teori mengenai asal usul virus corona baru yang menjadi penyebab penyakit Covid-19. Namun, ternyata ada kemungkinan jika virus corona berasal dari hewan berikut ini.
Molnupiravir adalah antivirus baru yang berpotensi menjadi obat Covid-19. Obat ini dapat melawan RNA ragam virus corona termasuk SARS-Cov-2 penyebab pandemi.
Perbedaan vaksin Sinovac dan Astrazeneca yang paling dasar adalah bahan bakunya. Sinovac dibuat dari virus Covid-19 yang sudah mati, sementara Astrazeneca dari adenovirus simpanse.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Vina Liliana
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved