Game sadis dan game tembak-tembakan hanya sedikit dari banyak dampak game yang buruk bagi anak-anak. Pengawasan orangtua menjadi sangat krusial karena dampak game sadis dan tembak-tembakan dapat membentuk pola pikir kekerasan.
2023-03-27 18:53:55
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Dampak game sadis dan game tembak-tembakan pada anak ternyata membentuk pola pikir kekerasan
Table of Content
Anak-anak pasti selalu penasaran dengan banyak hal dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Salah satunya adalah menjajal sebuah game sadis atau permainan tembak-tembakan. Tanpa disadari, dampak game kekerasan bisa berpengaruh terhadap perilaku mereka.
Advertisement
Tak terbantahkan lagi bahwa bermain game masih menjadi aktivitas favorit yang sangat populer di kalangan anak laki-laki dan perempuan. Kontroversinya? Jangan ditanya. Ada begitu banyak pro dan kontra terkait hal ini.
Mereka yang pro menyebut bahwa dampak game baik sebagai stimulus kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah anak-anak. Terlebih, mereka dituntut untuk mengambil keputusan yang tepat dalam waktu singkat.
Namun mereka yang kontra berargumen bahwa game sadis seperti game tembak-tembakan dapat berpengaruh terhadap perilaku anak-anak.
Tidak berhenti sampai di situ. World Health Organization telah menambahkan “gaming disorder” masuk dalam daftar gangguan mental. Hal ini menjadi sorotan ketika perilaku saat bermain game dapat mengintervensi ranah hidup orang lain secara signifikan.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan pernah menyebut bahwa kekerasan dalam video game sadis telah membentuk pola pikir remaja. Hal ini dinyatakannya tidak lama usai tragedi penembakan di Parkland, Februari 2018 lalu.
Bermain game tembak-tembakan yang memposisikan mereka sebagai penembak yang bisa melakukan banyak hal tentu memberi persepsi yang luar biasa. Jika di dunia nyata akses terhadap senjata api dibatasi, dalam game mereka punya otoritas penuh dan bisa menembak siapapun yang mereka inginkan.
Peneliti dari Ohio State University mengadakan penelitian menarik tentang hal ini.
Sebagai responden, 250 anak-anak berusia 8 hingga 12 tahun diminta memainkan game Minecraft dalam 3 versi berbeda:
Setelah bermain selama 20 menit, anak-anak ini diminta masuk ke ruangan penuh dengan mainan, termasuk pistol 9 mm tanpa peluru. Saat berada di kamar tersebut, 220 anak melihat langsung pistol tersebut.
Bagaimana hasilnya?
Sebanyak 62% anak-anak yang memainkan Minecraft dengan senjata api menyentuh langsung pistol tersebut. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan 57% anak yang bermain Minecraft dengan pedang serta 44% yang memainkan game tanpa kekerasan.
Lebih jauh lagi, anak-anak yang bermain dengan senjata api langsung memainkan pistol tersebut dengan menodongkannya pada temannya. Tentu saja, mereka juga menarik pelatuk pistol tersebut.
Sekitar 3% anak yang bermain Minecraft dengan senjata api memainkan dengan cara itu. Sementara anak-anak yang bermain Minecraft dengan pedang hanya 1.4% yang menarik pelatuk, dan lebih sedikit lagi pada anak yang memainkan game tanpa kekerasan: hanya 0,14% yang mencoba menarik pelatuk.
Dengan semua paparan teknologi dan kecanggihannya, anak-anak memiliki keistimewaan dalam mengembangkan imajinasi mereka. Meski demikian, hal ini bukan berarti tanpa batasan.
Orangtua atau orang terdekat harus menjadi pengawas saat anak meminta untuk bermain game sadis atau game tembak-tembakan. Jangan sampai dampak game tersebut begitu signifikan hingga membuat mereka merasa ‘akrab’ dengan senjata api di dunia nyata.
Apalagi, saat ini teknologi game sudah semakin canggih dengan grafis yang semakin nyata. Bahkan kedepannya tidak menutup kemungkinan muncul fitur penembak 3D agar sensasinya semakin nyata. Sehingga orangtua perlu lebih berhati-hati sebelum memberikan akses game pada anak.
Saat ini pun semakin banyak penelitian yang menghubungkan game sadis dan game tembak-tembakan dengan kasus penembakan yang marak terjadi, terutama di Amerika Serikat. Mengantisipasi dengan pengawasan maksimal dan tidak sembarangan menyimpan senjata api – bila ada – di rumah adalah langkah yang bijak. Jangan sampai, anak tumbuh menjadi orang jahat hanya karena game.
Lagipula, masih ada berbagai jenis game lain yang lebih aman untuk dimainkan anak. Jadi orangtua mungkin bisa mengalihkan keinginan anak untuk bermain game tembak-tembakan ke jenis lainnya.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Saat memberikan hp ke anak, orangtua juga harus siap mengawasi penggunaannya.
Cara membuat squishy dari spons, balon, hingga tisu dapat dilakukan dengan mudah di rumah. Mainan ini dapat diremas-remas atau ditekan-tekan sehingga menyenangkan untuk anak.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Anandika Pawitri
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved