Eksibisionis adalah perilaku penyimpangan seksual yang membuat pengidapnya senang memperlihatkan alat kelamin kepada orang asing tanpa persetujuan orang tersebut. Eksibisionis termasuk sebagai salah satu jenis paraphilia.
Ditinjau secara medis oleh dr. Karlina Lestari
19 Jan 2023
Pelaku eksibisionis senang mempelihatkan alat kelaminnya pada orang lain
Table of Content
Dalam beberapa tahun terakhir, sempat mencuat di berita dan media sosial mengenai segelintir kasus eksibisionis yang meresahkan masyarakat. Para pelaku sengaja memamerkan alat vitalnya kepada korban, mulai dari tempat sepi hingga tempat umum yang relatif ada banyak orang.
Advertisement
Akan tetapi, tidak semua orang tahu sebenarnya apa arti dari eksibisionis sehingga penyimpangan seksual ini perlu dipahami untuk mencegah potensi kasus-kasus lainnya bermunculan.
Eksibisionis adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan, fantasi, dan tindakan untuk memperlihatkan alat kelamin kepada orang asing tanpa persetujuan orang tersebut.
Pelaku eksibisionis memiliki keinginan yang kuat untuk diamati oleh orang lain ketika melakukan aktivitas seksual. Celakanya, hal ini bahkan bisa membuat mereka semakin bergairah secara seksual.
Kondisi ini termasuk ke dalam gangguan paraphilia atau penyimpangan seksual. Orang eksibisionis merasa senang untuk mengejutkan korbannya. Namun, eksibisionis umumnya hanya terbatas pada memperlihatkan alat kelamin saja.
Kontak seksual secara langsung dengan korban jarang terjadi, tapi pelakunya bisa bermasturbasi sambil mengekspos dirinya sendiri dan memiliki kepuasan seksual terhadap perilakunya tersebut.
Timbulnya eksibisionis biasanya dimulai pada masa remaja. Dilansir dari MSD Manuals, sebagian besar pelaku secara mengejutkan sebetulnya sudah menikah, namun pernikahannya seringkali bermasalah. Pelaku kerap menunjukkan alat kelamin pada anak-anak praremaja, dewasa, ataupun keduanya.
Baca Juga: Mengenal Voyeurisme, Kelainan Seks Gemar Intip Orang Telanjang
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab seseorang mengalami kelainan eksibisionis. Faktor tersebut meliputi gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan kecenderungan pedofilia.
Selain itu, faktor-faktor lain yang mungkin terkait, yaitu mengalami pelecehan seksual dan emosional pada masa kanak-kanak, atau kesenangan seksual di masa kecil. Sebagian pelaku juga memiliki penyimpangan seksual lainnya. Seseorang mungkin saja mengalami eksibisionis jika memenuhi kriteria berikut:
Prevalensi eksibisionis tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan terjadi pada sekitar 2-4 persen populasi pria. Akan tetapi, perilaku ini dapat berkurang seiring bertambahnya usia. Sementara pada wanita, kondisi ini jarang terjadi.
Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan eksibisionis jika menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
Gangguan eksibisionis dikategorikan ke dalam subtipe berdasarkan apakah individu menjadi terangsang secara seksual dengan memperlihatkan alat kelaminnya pada anak-anak prapubertas, orang dewasa yang matang secara fisik, atau keduanya.
Seperti banyak parafilia lainnya, orang dewasa yang aktif secara seksual bisa saja memiliki dorongan dan merasa bergairah dengan melakukan tindakan eksibisionis.
Jika hanya terjadi sesekali dan tanpa tekanan mental maka ini tidak termasuk sebagai gangguan mental eksibiosionistik.
Baca Juga: Cara Menghadapi Orang Eksibisionis yang Suka Pamer Alat Vital
Sebagian besar orang dengan gangguan eksibisionis tidak mencari dan tidak mendapatkan perawatan hingga mereka ditangkap oleh pihak yang berwenang. Jika Anda atau orang terdekat Anda memiliki kelainan eksibisionis atau menunjukkan tanda-tandanya, maka perawatan dini sangatlah diperlukan. Perawatan umumnya melibatkan:
Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif efektif dalam mengobati gangguan eksibisionis. Terapi tersebut dapat membantu individu mengidentifikasi pemicu yang menyebabkan dorongan eksibisionis, dan mengelola dorongan tersebut dengan cara yang lebih sehat sehingga tidak lagi menunjukkan alat kelaminnya pada orang lain.
Pendekatan psikoterapi lain yang mungkin dilakukan, yaitu pelatihan relaksasi, pelatihan empati, strategi coping (mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah), dan restrukturisasi kognitif (mengidentifikasi dan mengubah pikiran yang mengarah pada eksibisionis).
Selain psikoterapi, obat-obatan juga dapat digunakan untuk membantu mengobati eksibisionis. Obat-obatan tersebut bisa menghambat hormon seksual yang mengakibatkan penurunan hasrat seksual. Obat-obatan ini dapat berupa leuprolide dan medroxyprogesterone asetat.
Pelaku eksibisionis harus mendapat persetujuan dari dokter untuk penggunaan obat-obatan tersebut. Secara berkala, dokter akan melakukan tes darah untuk memantau efek obat pada fungsi hati. Selain itu, dokter juga akan melakukan tes lain untuk mengukur kadar testosteron.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengobati depresi dan gangguan suasana hati lainnya, seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), juga dapat mengurangi hasrat seksual sehingga bisa digunakan oleh dokter untuk mengobati penyimpangan seksual ini.
Di samping psikoterapi dan obat-obatan, pelaku eksibisionis juga akan mendapat support group atau konseling kelompok. Konseling ini melibatkan orang-orang yang memiliki masalah yang sama, namun bisa juga melibatkan pekerja kesehatan mental.
Kelompok ini bertujuan untuk saling mendukung agar segera lepas dari perilaku menyimpang tersebut. Konseling kelompok bisa sangat membantu para pelaku untuk segera pulih karena dapat mendorongnya untuk berhenti melakukan kebiasaan buruknya, agar dapat diterima oleh masyarakat jika hidupnya telah normal kembali.
Terakhir, pengobatan eksibisionis yang dapat dicoba adalah terapi seks yang dilakukan melalui konseling dengan terapis spesialis parafilia bersertifikat. Terapis seks akan menilai faktor-faktor yang berkontribusi sehingga membuat seseorang melakukan eksibisionis.
Terapis akan mengeksplorasi riwayat dan gejala yang dialami, terutama situasi atau isyarat yang meningkatkan dorongan eksibisionis pada individu.
Selain itu, terapis dapat menawarkan untuk melatih kesadaran dan teknik perilaku yang dapat membantu mengatasi eksibisionis tersebut.
Terapis juga dapat membantu menilai dan mengobati jika terdapat kondisi psikologis lain yang terjadi bersamaan seperti gangguan mood atau hiperseksualitas.
Oleh sebab itu, bagi Anda yang memiliki potensi atau kecenderungan layaknya eksibisionis, segeralah hubungi psikolog untuk mendapatkan bantuan yang tepat.
Baca Juga
Jika masih punya pertanyaan seputar perilaku eksibisionis, konsultasikan langsung dengan dokter spesialis kejiwaan maupun psikolog lewat fitur Chat Dokter yang ada di aplikasi kesehatan SehatQ. Unduh gratis di App Store dan Google Play.
Advertisement
Ditulis oleh Dina Rahmawati
Referensi
Artikel Terkait
Arti mimpi keguguran bisa jadi simbol kekhawatiran menjelang waktu persalinan. Jadi bukan berarti sebuah pertanda buruk bagi kondisi bagi kehamilan Anda. Lantas, apa artinya?
31 Des 2020
EMDR therapy dianggap sebagai salah satu penanganan PTSD paling efektif. Ada 8 fase yang akan dilalui oleh pasien dalam 12 kali pertemuan. Mulai dari ulasan masa lalu, penanganan, hingga evaluasi.
17 Feb 2021
Gangguan mental psikosis adalah kondisi seseorang sulit membedakan kenyataan dan imajinasi. Gejala yang muncul umumnya berupa delusi atau waham dan halusinasi.
27 Agt 2019
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved