Drop out tidak semata-mata dialami anak akibat masalah akademis. Orangtua sebaiknya mengenali berbagai faktor penyebabnya dan tidak langsung menghakimi anak.
2023-03-29 01:52:45
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Jangan langsung menghakimi anak ketika mengalami drop out
Table of Content
Drop out alias dikeluarkan dari sekolah bisa membuat anak sekaligus orangtua terpukul. Dengan mengetahui faktor penyebabnya, orangtua diharapkan bisa mengurangi kemungkinan anak putus sekolah serta efek negatif yang ditimbulkannya.
Advertisement
Pemutusan hubungan studi atau drop out (DO) adalah pemutusan hak pelajar maupun mahasiswa berupa dihentikannya status sebagai peserta didik di sekolah atau universitas tertentu karena suatu sebab.
Penyebab drop out ini bisa bermacam-macam, mulai dari faktor akademis hingga faktor internal berupa kesehatan mental anak.
Ketika anak harus drop out dari sekolah atau universitas, jangan dulu menghakimi apalagi menghukumnya. Orangtua harus mengetahui penyebab DO ini sendiri terlebih dahulu, seperti:
Penyebab utama anak drop out tidak lain adalah persoalan akademis, seperti nilai ulangan yang selalu jeblok, IPK tidak memenuhi standar, hingga ketidakmampuan anak untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang ditetapkan sekolah atau universitas.
Sekitar 22% mahasiswa drop out atau tidak melanjutkan studinya karena harus merawat anggota keluarga yang sakit. Hal ini membuat mereka tidak mungkin lagi melanjutkan studi, baik secara fisik, emosi, maupun finansial. Apabila anak mengalami DO akibat alasan ini, tentu Anda tidak boleh serta-merta menghukumnya.
Bagi siswa atau mahasiswa dari kalangan ekonomi yang kurang mampu, drop out bisa terjadi karena mereka harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan dasar. Kondisi finansial yang kurang bagus juga tidak memungkinkan mereka untuk membeli peralatan sekolah atau kuliah.
Bagi mayoritas sekolah, penyalahgunaan narkoba merupakan pelanggaran berat yang tidak bisa ditoleransi. Jadi, siswa atau mahasiswa yang terlibat harus dikeluarkan dari institusi pendidikan tersebut.
Faktor internal dari anak pun bisa menuntunnya pada drop out. Menurut riset yang dipublikasikan American Psychological Association (APA), kondisi mental yang bisanya membuat anak didik dikeluarkan dari sekolah adalah gangguan kecemasan (41,6%), depresi (36,4%), dan faktor lainnya (35,8%).
Tidak semua anak dengan masalah di atas pasti mengalami drop out. Hanya saja, faktor risiko tersebut sebaiknya diminimalisir oleh orangtua sehingga anak bisa fokus menyelesaikan studi, bahkan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.
Baca Juga
Sebelum anak drop out, ada hal-hal preventif yang dapat dilakukan oleh orangtua, seperti:
Drop out bukan hanya terasa menyesakkan dada orangtua, tapi juga dapat mengganggu kondisi mental anak. Oleh karena itu saat anak dikeluarkan dari sekolah karena alasan apapun, orangtua wajib memastikan anak tidak mengalami gejala depresi.
Jaga pola makannya dengan memberi makanan bergizi, pastikan anak tidur cukup, berolahraga, dan melakukan aktivitas yang positif. Jangan lupa juga untuk mendukung inisiatif yang dilakukan anak, selama itu positif. Termasuk jika ia ingin merawat orangtua, memulai bisnis, atau bahkan mengambil pendidikan jalur lain seperti kursus.
Jika drop out terjadi akibat penyalahgunaan narkoba, anak harus diperiksakan ke dokter dan menjalani proses rehabilitasi. Jauhi juga ia dari pengaruh lingkungan, termasuk memotong rantai pertemanannya yang buruk dengan penyuplai barang haram tersebut.
Jangan ragu untuk meminta bantuan orang lain dalam mengatasi masalah ini. Selain membawa anak berkonsultasi dengan dokter atau ahli kejiwaan, orangtua juga dapat melakukan hal yang sama karena drop out juga berisiko menimbulkan efek kejiwaan maupun penurunan kondisi fisik bagi siapapun yang mengalaminya.
Setelah kondisi relatif tenang, Anda bisa mulai menyusun kembali rencana masa depan anak, terutama dari sisi akademis. Drop out bukanlah akhir dari dunia Anda dan buah hati Anda. Untuk berkonsultasi dengan psikolog maupun psikiater, Anda bisa melakukan booking secara online di SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Fight or flight adalah respons tubuh saat menghadapi bahaya yang membuat kita memilih antara melawan (fight) atau berlari (flight). Tubuh yang mendeteksi ancaman akan membuat perubahan hormon dan fisiologis sehingga kita pun berpikir cepat untuk mempertahankan diri.
Dengan banyaknya persepsi salah mengenai depresi di media sosial atau platform lainnya, menunjukkan bahwa banyak orang tidak tahu apa itu depresi dan bagaimana rasanya depresi. Pemahaman tentang depresi sebaiknya dipelajari sebelum membantu penderita depresi, agar tidak semakin memperburuk gejala mereka.
National Alliance of Mental Illness telah merilis survey bahwa 1 dari 8 wanita merasakan depresi, dua kali lebih banyak dibandingkan dengan pria. Depresi adalah penyakit mental yang ditandai dengan rasa sedih berkepanjangan hingga rasa ingin mengakhiri hidup.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved