Studi mencatat seseorang 66% lebih rentan cepat meninggal setelah ditinggal mati pasangan. Hal ini umum terjadi pada lansia. Faktornya bisa disebabkan oleh stres, kehilangan motivasi hidup, dan rasa bersalah. Fenomena ini dikenal dengan nama widowhood effect.
2023-03-24 11:17:02
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Kesedihan setelah ditinggal pasangan
Table of Content
Siap atau tidak, ditinggal mati pasangan adalah fakta tak terhindarkan. Sebab, semua yang hidup tentu pada akhirnya akan mati. Bahkan ada istilah widowhood effect, fenomena ketika lansia yang ditinggal pasangan lebih berisiko menyusul tidak lama kemudian.
Advertisement
Setidaknya, fenomena ini paling terasa dampaknya dalam rentang waktu tiga bulan sejak ditinggal mati pasangan. Kemungkinan ini sama baik pada perempuan maupun laki-laki.
Kematian pasangan akan memberi dampak luar biasa bagi yang ditinggalkan. Sebuah studi dalam Journal of Public Health mencatat seseorang yang pasangannya baru meninggal berisiko 66% lebih rentan ikut menyusul dalam rentang waktu tiga bulan sejak kejadian.
Bahkan sebelum studi yang dirilis pada tahun 2014 itu, risikonya bisa lebih tinggi lagi yaitu 90%. Peluang ini sama baik pada perempuan maupun laki-laki.
Bahkan setelah tiga bulan berselang sekalipun, kemungkinan ikut menyusul meninggalkan dunia ini tetap ada, yaitu sekitar 15%.
Logis, memang. Terlebih jika seseorang ditinggalkan pasangan yang sudah menjalani pernikahan selama puluhan tahun. Tentunya, dengan catatan hubungan keduanya sangat dekat. Kemungkinan mengalami depresi lebih besar.
Namun tentu saja, semua tergantung lagi pada kondisi setiap individu. Ketika ditinggal pasangan terjadi begitu mendadak, hilangnya dukungan emosional dan finansial bisa terasa semakin berat.
Selain itu, istri yang ditinggal suami bisa mengalami dampak lebih parah ketika sebelumnya sang suami menderita penyakit kronis cukup lama.
Ada beberapa alasan yang bisa mendasari mengapa seseorang bisa kehilangan semangat hidup setelah ditinggal mati pasangan. Contohnya seperti:
Jelas pada beberapa kasus di atas, stres berperan sangat penting. Bahkan, dampaknya bisa bersifat baik fisik maupun emosional. Beberapa gejala ketika berada di fase kesedihan adalah:
Ada pula studi pada tahun 2008 lalu yang menerangkan pula tentang widowhood effect. Seorang suami yang ditinggal pasangannya meninggal lebih rentan menderita penyakit paru obstruktif kronis, diabetes, kecelakaan, infeksi, hingga sepsis.
Di sisi lain, studi yang sama menemukan bahwa istri yang kehilangan pasangannya rentan meninggal dunia karena penyakit paru obstruktif kronis, kanker usus, kecelakaan, atau kanker paru.
Tentu riset di atas bukan berarti menjadi generalisasi bahwa setiap individu yang ditinggal pasangan lebih cepat meninggal. Banyak juga yang bisa kembali bangkit dengan cepat serta kembali produktif.
Rata-rata, perlu waktu sekitar 18 bulan hingga pasangan yang ditinggalkan ini kembali sehat, baik secara fisik maupun psikologis.
Beberapa cara yang dapat membantu dalam menghadapi kematian pasangan adalah:
Dukungan sosial dari orang-orang terdekat maupun profesional sangatlah krusial dalam menangkal widowhood effect. Oleh sebab itu, baik orang yang mengalami maupun mereka yang ada di sekitarnya harus peka terhadap kesepian yang mungkin muncul.
Cari aktivitas yang bisa mengisi waktu luang. Sebab, rutinitas akan sangat berbeda dibandingkan dengan saat masih bersama pasangan. Sebisa mungkin, aktivitas ini bisa menjadi kesibukan baru. Mulai dari hobi, bertemu teman-teman, berkebun, atau menjadi relawan.
Ada beragam emosi yang muncul ketika seseorang ditinggal pasangan. Setiap orang punya cara dan tempo berbeda ketika merasa sedih, sebab ini adalah hal yang sangat personal. Jadi, jangan memaksakan diri untuk segera bangkit dengan target durasi tertentu. Akui emosi yang Anda rasakan.
Berbeda dengan sosok untuk bercerita atau terapis profesional kesehatan mental, bantuan dalam hal ini adalah terkait dengan rutinitas sehari-hari. Contohnya cari bantuan siapa yang menyiapkan makan, berbelanja kebutuhan bulanan, dan juga urusan domestik di rumah.
Ini adalah hal-hal kecil namun sangat penting. Jika tidak sanggup mengerjakan semuanya seorang diri, bantuan dari orang lain tentu menjadi hal yang memudahkan proses berdamai dengan kesedihan.
Baca Juga
Temuan dari beberapa penelitian di atas bukan berarti seseorang akan ikut meninggal dalam waktu dekat setelah pasangannya tiada. Namun, ada kemungkinan hilang motivasi hingga terkena penyakit dan keinginan berobat rendah.
Di sisi lain, tetap saja banyak orang yang bisa kembali bangkit dan menjalani hidup setelah ditinggal pasangan. Hanya saja, kecepatan untuk tuntas melewati fase bersedih ini jelas berbeda antara satu orang dan lainnya.
Tidak perlu dibandingkan karena ini bukanlah kompetisi. Ketika mengetahui orang dekat berada di posisi ini, tawarkan bantuan praktis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan dan mengurus rumah. Ini akan membantu proses adaptasi jadi lebih mudah.
Untuk berdiskusi lebih lanjut terkait kesehatan mental setelah ditinggalkan orang terdekat, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Memendam banyak pikiran dapat memicu stres yang membuahkan penyakit. Coba cara menenangkan pikiran yang sedang ruwet dengan bersosialisasi atau meditasi.
Disorganisasi keluarga adalah situasi yang bisa menyebabkan perceraian, perpisahan orang tua dan anak, hingga kekerasan fisik. Anak-anak maupun remaja akan membawa dampak dan konsekuensinya hingga dewasa.
Salah satu ciri sindrom Othello adalah rasa cemburu buta yang sangat berlebihan. Cobalah untuk berdiskusi dengan pasangan untuk menghilangkan rasa cemburu ini.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved