Dispraksia adalah gangguan saraf motorik pada anak sehingga kesulitan mengembangkan kemampuan motorik halus maupun kasar. Kondisi medis yang juga dikenal sebagai gangguan koordinasi perkembangan ini dapat ditandai dengan tidak mampu untuk duduk, berjalan, sulit berteman, hingga kesulitan belajar.
17 Mei 2022
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Gangguan koordinasi perkembangan menyebab kesulitan belajar pada anak
Table of Content
Orangtua perlu memperhatikan perkembangan motorik anak, baik motorik halus maupun kasar, di tahun pertama kehidupan mereka. Ketika anak tidak mampu mencapai milestone tertentu dalam rentang waktu yang telah ditentukan, waspadai kemungkinan gangguan koordinasi perkembangan atau dispraksia (dyspraxia).
Advertisement
Dispraksia adalah gangguan saraf motorik pada anak yang menyebabkan kesulitan dalam mengembangkan kemampuan motorik halus maupun kasar. Kondisi ini juga dikenal sebagai gangguan koordinasi perkembangan.
Penderitanya dapat kesulitan melakukan gerakan-gerakan yang membutuhkan koodinasi otak dengan saraf motorik, mulai dari gerakan sederhana seperti melambaikan tangan, menyikat gigi, hingga gerakan yang lebih kompleks seperti mengikat tali sepatu.
Anak dengan penyakit saraf ini dapat terlihat seperti anak yang bodoh karena mengalami kesulitan belajar akibat kondisi tersebut. Namun, tingkat intelegensi mereka sebenarnya tidak terdampak.
Dispraksia kemungkinan besar dapat terbawa hingga dewasa. Meski demikian, ada beberapa jenis terapi yang dapat membantu meringankan kesulitan motorik penderitanya.
Melakukan gerakan yang membutuhkan koordinasi antara otak dengan saraf motorik merupakan proses yang kompleks bagi anak.
Namun, penyakit saraf ini tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Hanya saja, terdapat beberapa faktor risiko yang bisa membuat anak rentan terhadap gangguan kordinasi perkembangan, di antaranya:
Dispraksia bisa terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Gejala yang penyakit gangguan saraf otak ini pun berbeda-beda dan didasari oleh usia penderitanya.
Contoh kasus dispraksia pada bayi di bawah 3 tahun dapat ditandai dengan ketidakmampuan untuk duduk, berjalan, berdiri, dan dilatih untuk buang air kecil/besar sendiri (potty trained).
Selain itu, penderitanya juga sulit untuk bicara, yang ditandai dengan kesulitan mengulang kata-kata yang diucapkan orangtua, berbicara dengan sangat pelan, lambat ketika menjawab pertanyaan, memiliki kosakata sedikit, dan sebagainya.
Anak-anak di usia ini seharusnya mulai bisa bersosialisasi dan senang mempelajari banyak hal.
Namun, anak dengan dispraksia justru sulit berteman dan cenderung bergerak pelan atau ragu-ragu karena setiap perintah yang diterimanya dicerna dengan lambat.
Selain itu, anak dengan dispraksia pada usia ini dapat menunjukkan tanda-tanda, seperti:
Pertambahan usia anak tidak membuat gejala yang dialaminya membaik. Sebaliknya, mereka justru dapat menunjukkan gejala-gejala dispraksia sebagai berikut:
Dispraksia pada orang dewasa dapat ditunjukkan lewat sejumlah gejala berikut:
Peneliti dari Universitas Bolton, Inggris, menggambarkan penderita gangguan koordinasi perkembangan ini sebagai orang yang menangkap perintah apa adanya. Mereka mungkin mendengarkan kata-kata orang lain, tapi tidak mengerti maknanya.
Baca Juga
Untuk mendiagnosis gangguan motorik pada anak yang disebabkan oleh dispraksia, Anda memerlukan bantuan psikolog klinis, dokter anak, atau ahli terapi okupasi.
Saat melakukan diagnosis, psikolog, dokter anak, atau ahli terapi okupasi membutuhkan penjelasan mengenai riwayat perkembangan anak, perkembangan intelektual, hingga keterampilan motorik dan halusnya.
Oleh karena itu, Anda disarankan untuk mencatat berbagai rincian di atas sebelum datang ke dokter untuk melakukan diagnosis dispraksia.
Tidak hanya itu, dokter yang mendiagnosis dispraksia juga perlu mengetahui kapan berbagai tonggak perkembangan anak, seperti berjalan, merangkak, dan berbicara berhasil dicapai
Selanjutnya, dokter juga bisa mengevaluasi keseimbangan, sensitivitas sentuhan, dan aktivitas berjalan pada anak. Hal ini dilakukan demi mengetahui apakah anak Anda benar-benar mengidap dispraksia atau kondisi medis lainnya.
Baca juga: Mengenal Apraksia pada Anak dan Cara Mengatasinya
Meskipun dispraksia tidak bisa disembuhkan, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu penderitanya menjalani hidup layaknya anak-anak normal.
Kabar baiknya, jika dispraksia didiagnosis lebih dini, maka hasil pengobatan dan penanganannya dapat menjadi lebih baik.
Berikut adalah sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi dispraksia:
Terapi okupasi dilakukan untuk mengevaluasi bagaimana seorang anak bisa melakukan kegiatan sehari-hari, baik di rumah maupun di sekolah.
Terapis yang memandu terapi okupasi akan membantu anak untuk mempelajari kemampuan tertentu guna mengatasi kesulitan yang mereka alami dalam melakukan aktivitas kesehariannya.
Seorang pemandu terapi wicara dan bahasa akan melakukan penilaian terhadap kemampuan penderita dispraksia dalam berbicara.
Setelah itu, terapis tersebut akan membuat perencanaan untuk membantu anak penderita dispraksia agar bisa berkomunikasi secara efektif.
Latihan persepsi motorik dilakukan guna meningkatkan kemampuan bahasa, visual, pergerakan, hingga pendengaran.
Dalam latihan ini, anak dengan dispraksia akan diberikan beberapa tugas secara bertahap yang tingkat kesulitannya dapat terus disesuaikan dengan kemampuannya.
Tujuan dari latihan persepsi motorik adalah menantang anak agar bisa melatih diri dan meningkatkan kemampuan motoriknya.
Meskipun menantang, Anda tidak perlu khawatir karena latihan persepsi motorik dipercaya tidak akan membuat anak frustrasi atau stres.
Sejumlah ahli percaya bahwa aktif bermain atau memainkan permainan apa pun yang melibatkan aktivitas fisik, dapat meningkatkan aktivitas motorik anak.
Ketika sedang bermain, anak dapat belajar mengenai lingkungan sekitarnya. Khusus untuk anak berusia 3-5 tahun, bermain adalah bagian penting dari perkembangan mereka.
Tidak hanya itu, bermain juga bisa meningkatkan kemampuan fisik, emosional, bahasa, kesadaran, hingga kelima indra mereka.
Semakin sering anak bermain secara aktif, kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan anak lain juga dapat meningkat.
Jika Anda ingin berdiskusi seputar dispraksia lebih lanjut, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Oppositional defiant disorder (ODD) adalah gangguan perilaku pada anak yang ditandai dengan perilaku nakal, tidak mau menuruti nasihat orangtua dan berperilaku kasar.
Perkembangan anak usia 5 tahun idealnya meliputi kemampuan berbicara untuk menceritakan peristiwa, bisa menggunakan pakaian sendiri, serta melakukan banyak hal secara mandiri.
Dokter tumbuh kembang anak adalah seorang ahli dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Tugasnya melakukan diagnosis, konsultasi, evaluasi, dan memberikan perawatan terkait masalah tumbuh kembang anak.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved