Ada seribu alasan berbeda yang membuat seseorang meminjam uang alias utang. Namun ketika berutang dilakukan untuk kebutuhan konsumtif, bisa-bisa yang dipertaruhkan adalah kesehatan mental. Mulai dari stres hingga depresi.
2023-03-24 15:26:55
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Utang dapat membuat kesehatan mental menurun
Table of Content
Ada seribu alasan berbeda yang membuat seseorang meminjam uang alias utang. Namun ketika berutang dilakukan untuk kebutuhan konsumtif, bisa-bisa yang dipertaruhkan adalah kesehatan mental. Mulai dari stres hingga depresi.
Advertisement
Belum lagi teror yang mungkin muncul ketika seseorang terjerat pinjaman online. Industri pinjam-meminjam uang yang tidak di bawah pengawasan resmi tak akan segan menyebarkan foto dan identitas orang yang berutang ketika terlambat membayar. Ini akan berdampak sangat signifikan pada kejiwaan seseorang.
Namun, bukan berarti seluruh aktivitas meminjam uang itu buruk. Ada kalanya utang justru menjadi hal yang krusial. Sebut saja seseorang yang berutang untuk bisa membeli peralatan elektronik atau kendaraan. Berkat barang itu, ia bisa menukar skill dengan pendapatan. Artinya, barangnya sangat bernilai.
Kasus lain ketika seseorang memerlukan utang untuk bisa masuk ke universitas idamannya. Namun, pinjaman uang itu segera dikembalikan beberapa bulan kemudian. Ini termasuk kebutuhan yang logis.
Di sisi lain, utang akan menjadi beban ketika digunakan untuk keperluan konsumtif. Mungkin awalnya terasa ringan dan nominalnya pun tidak besar. Namun tanpa disadari, siklus ini terus berulang.
Bahkan, ada orang yang terpaksa bertransaksi dengan layanan pinjaman online hanya untuk menutup utang sebelumnya. Gali lubang, tutup lubang.
Berakar dari situ, utang konsumtif sebenarnya cerminan bagaimana seseorang gagal mengelola keuangannya. Ini juga berarti gagal menahan nafsunya untuk berbelanja, termasuk menentukan mana yang prioritas dan bukan. Mana yang ingin dan butuh.
Baca Juga
Kegagalan untuk mengelola keuangan juga merupakan sinyal seseorang belum bisa menata kebutuhannya. Bisa jadi, mereka juga tidak mengenal diri mereka. Jika dirunut ke belakang, ini berkaitan dengan bagaimana pola asuh orangtua ketika mereka masih kecil.
Ada faktor lingkungan yang turut membentuk kemampuan mengelola sumber daya – dalam hal ini uang – dengan baik. Apabila sejak awal faktor lingkungan sudah gagal memberikan contoh pengendalian diri, ini dapat merembet ke hal-hal lain.
Beberapa dampaknya terhadap kesehatan mental adalah:
Memiliki utang secara signifikan meningkatkan risiko mengalami gejala depresi. Dalam hal ini, orang yang hidup di bawah garis kemiskinan 50% lebih rentan jatuh depresi dibandingkan dengan yang tidak. Tentunya, kaitannya sangat erat dengan penurunan kualitas hidup.
Orang yang meminjam uang rentan memiliki kecemasan berlebih dibandingkan dengan yang bebas utang. Semakin besar tanggungannya, beban psikologis juga ikut meningkat. Utamanya, bagi orang yang terbelit utang dan juga mengalami kebangkrutan.
Begitu signifikannya dampak dari meminjam uang karena bisa berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari. Ada orang yang terpaksa tidak mengakses layanan kesehatan atau tidak membayar cicilan rumah tepat waktu karena hal ini. Perilaku berbelanjanya pun berubah.
Sebuah studi juga menemukan bahwa utang berperan dalam menyebabkan 11% laki-laki melakukan upaya bunuh diri. Belum lagi suicidal thought yang tak terhindarkan. Semua berakar dari rasa tidak berdaya yang membuat kewalahan. Inilah yang menghubungkan berutang dan risiko bunuh diri.
Stres akibat meminjam uang dapat membuat orangtua harus meningkatkan jam kerjanya demi bisa melunasi utang. Konsekuensinya, kedekatan dengan anak akan berkurang. Begitu pula dengan perhatian dan waktu berkualitas untuk keluarga.
Selain itu, kesulitan ekonomi juga akan membuat kualitas pola asuh orangtua memburuk. Akibatnya, perkembangan sosial dan emosional pada anak pun tidaklah optimal. Ini bahkan dapat berulang dan membuat anak tumbuh menjadi sosok yang sulit mengelola keuangan pula.
Terlibat dalam pinjaman online mungkin saja akan membuat seseorang memilih untuk menutup diri dari lingkungan sekitar. Ada rasa malu, segan, bahkan rela berbohong untuk menutupi kondisi ini. Bukan tidak mungkin, ini akan berdampak pada hubungan sosial dengan orang lain.
Merunut ke belakang, bisa saja ini juga berakar dari keluarga. Contoh, keluarga yang tidak terbiasa membahas soal keuangan atau menganggapnya tabu sangat mungkin cenderung menutup diri ketika menghadapi masalah keuangan, termasuk saat berutang.
Baca Juga
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kesulitan finansial hingga terlilit utang sangat mungkin membuat seseorang merasa stres. Ketika kondisi ini seakan tak ada jalan keluar atau mustahil terbayar, kesehatan mental jadi pertaruhan. Risiko mengalami depresi hingga ingin bunuh diri bisa meningkat.
Bukan hanya pada diri sendiri, kondisi ini juga berdampak pada hubungan sosial seseorang. Relasi yang semula harmonis bisa jadi berantakan karena orang yang terlilit utang memilih untuk menutup diri.
Jalan keluar yang paling mungkin adalah dengan mengatur kembali keuangan. Cari utang yang besaran bunganya paling besar dan tutup terlebih dahulu. Jadikan prioritas agar tidak semakin membebani.
Untuk berdiskusi lebih lanjut seputar gejala depresi seseorang yang menghadapi kesulitan finansial, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Malam Natal dan tahun baru menjadi momen yang dinantikan banyak orang di seluruh dunia, dan dirayakan besar-besaran. Meski demikian, tanpa disadari, momen tersebut ternyata menjadi waktu ketika angka bunuh diri mencapai puncaknya.
Salah satu cara menolong orang yang mengalami panic attack (serangan panik) adalah dengan berusaha mengenali gejalanya. Anda harus memperhatikan beberapa hal yang tak boleh dilakukan.
Perasaan sedih kucing kesayangan mati sangatlah wajar. Meskipun banyak orang yang tak memahami betapa berartinya hewan peliharaan bagi Anda, ditinggal mati kucing kesayangan tentu menyisakan duka di hati.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved