Psikologi remaja mengalami perkembangan pada aspek emosional maupun sosial. Ia mulai mencari jati dirinya, dan tak jarang untuk memberontak sehingga harus orangtua perhatikan.
8 Feb 2022
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Dengan memahami psikologi remaja Anda dapat berkomunikasi dengan mereka lebih baik
Table of Content
Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang terjadi pada usia 10-19 tahun. Bukan hanya fisik, pada masa ini terjadi perkembangan psikologi remaja dalam aspek emosional maupun sosial.
Advertisement
Saat berada di periode ini, remaja sangat berenergi, kritis, idealis, dan punya ketertarikan besar terhadap apa yang benar dan salah.
Memang benar ini juga menjadi periode rentan konflik antara anak dan orangtua, tetapi memahami psikologi remaja akan membuat mereka menjadi pribadi yang berkarakter saat dewasa.
Perkembangan psikologi remaja diklasifikasikan berdasarkan usianya:
Dalam tahap perkembangan remaja awal ini, anak baru memasuki masa pubertas. Fisik remaja mengalami berbagai perubahan, seperti payudara tumbuh, tubuh semakin tinggi, muncul bulu kemaluan, dan lainnya.
Perubahan psikologis pada remaja di usia 10-13 tahun, di antaranya:
Perkembangan remaja dalam tahap pertengahan ini terus berlanjut. Bukan hanya fisiknya, perubahan psikologi remaja semakin terlihat karena mulai membangun identitas dirinya. Lantas, perubahan psikologi apa yang terjadi pada remaja?
Berikut perkembangan remaja dalam aspek psikologi pada usia 14-17 tahun:
Pada usia remaja akhir ini, perkembangan fisiknya telah selesai. Sementara itu, perubahan psikologis pada remaja lebih terkendali dibandingkan usia sebelumnya sehingga tidak bertindak gegabah, dan sudah memahami sebab akibat dari suatu kejadian.
Adapun perkembangan psikologi remaja di usia 18-19 tahun, yaitu:
Terkadang, bisa terjadi masalah dalam psikologi anak remaja, seperti kecemasan, depresi, sulit fokus, dan lainnya. Penting bagi orangtua untuk mendampingi remaja dalam masa ini, tetapi jangan sampai membuatnya merasa tidak nyaman.
Pertengkaran orangtua dengan anak remaja bisa membuatnya memberontak bahkan ingin kabur dari rumah. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemecahan masalah terakhir yang dilakukannya.
Berikut adalah beberapa penyebab remaja memberontak:
Remaja berada di masa transisi antara menjadi dewasa dan anak-anak. Fase ini menyebabkan lonjakan motivasi untuk lebih mandiri sehingga terkadang membuatnya membangkang terhadap aturan dan tidak mendengarkan orangtua.
Perkembangan kepribadian remaja juga bisa membuatnya memberontak karena merasa kebebasannya dibatasi oleh aturan dari orangtua. Ia mempertanyakan alasan di balik aturan tersebut. Anak remaja juga mungkin menyukai hal-hal yang tidak disetujui oleh orangtua sehingga memicu timbulnya konflik.
Perubahan psikologi pada remaja cenderung membuat mereka mengambil keputusan yang impulsif.
Sebagai konsekuensinya, anak remaja bisa melanggar aturan dan mengabaikan risiko atas suatu perbuatan buruk. Keputusan impulsif juga dapat menyebabkan mereka kabur dari rumah untuk menjauhi orangtuanya.
Remaja terkadang lebih peduli terhadap pendapat kelompok pertemanannya. Ia mungkin melakukan hal-hal yang buruk untuk menyenangkan teman-temannya tersebut meskipun ditentang oleh orangtua.
Koneksi antara neuron otak tidak berkembang sepenuhnya sampai pertengahan usia 20-an. Efeknya diperparah dengan dampak pubertas pada otak.
Struktur saraf yang belum matang dengan perubahan konstan dalam desain otak mempengaruhi pengambilan keputusan remaja yang mengarah pada perilaku memberontak.
Perubahan hormon pada remaja dapat menyebabkan perubahan drastis dalam proses berpikir. Hormon seks yang dimilikinya berdampak pada fungsi otak, serta memiliki efek pada neurotransmitter yang memicu masalah suasana hati dan perilaku.
Baca Juga
Tidak sedikit orangtua yang merasa bingung mengenai apa yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan remaja dengan segala dinamikanya.
Remaja tak bisa ditebak dan sudah pandai berargumen. Di saat bersamaan, mereka bisa menarik diri dari orangtua mereka untuk menjadi lebih independen.
Lalu, bagaimana cara memahami psikologi remaja dengan tetap berada di posisi netral: tidak terlalu mencampuri atau menjauh dari mereka?
Jangan hanya bermodal nekat, tak ada salahnya membaca buku atau teori apapun tentang cara menghadapi remaja. Ingat pula bagaimana masa remaja Anda dulu. Jadi, jangan terkejut dengan mood swing anak remaja yang datang di saat tidak terduga.
Semakin siap orangtua menghadapi perkembangan masa remaja anak, tentu bisa lebih mudah mencari solusi ketika ada masalah. Tak harus berpatokan sama persis dengan teori, sesuaikan dengan karakter anak.
Komunikasi adalah kunci keberhasilan orangtua ketika menghadapi perkembangan emosi remaja yang tak bisa ditebak.
Ketika anak menarik diri, jangan ikut menutup diri. Tetap ajak anak berkomunikasi dan berbicara tentang semua perubahan yang mereka rasakan.
Mulai dari menstruasi pertama kali hingga mimpi basah, jangan ada batasan untuk berbicara segala topik yang mereka rasakan. Selain itu, tetap berikan perhatian pada anak sebagai bentuk kasih sayang.
Di fase remaja, keingintahuan anak tentang hal seputar seksual semakin bertambah. Belum lagi fase pubertas yang bisa membuat anak merasakan cinta monyet dan perubahan bentuk fisik.
Jangan jadikan seks sebagai tema yang tabu, hadirlah sebagai orang yang bisa menjawab rasa penasaran mereka sebagai teman.
Apabila anak merasa bingung dengan perubahan fisik dirinya dan teman-temannya, bahas dengan detil. Sampaikan apa saja perubahan yang bisa terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
Jika orangtua merasa tidak piawai menjawabnya, ada banyak psikolog atau buku soal seks remaja yang bisa membantu. Memberikan pendidikan seks pada anak diketahui dapat mencegah anak terkena pelecehan dan atau penyimpangan seksual.
Jangan selalu memposisikan diri sebagai orangtua yang punya perspektif berbeda dengan anak remaja. Justru, posisikan diri sebagai remaja sehingga bisa paham dengan dinamika yang terjadi dalam kehidupan mereka.
Ketika anak mulai meminta izin melakukan hal seperti mewarnai rambut atau memakai kuteks hitam, jangan langsung menolaknya.
Sebisa mungkin, pisahkan kapan harus bereaksi menolak keras ketika anak menunjukkan ketertarikan akan sesuatu. Selama tingkah laku anak tidak membahayakan, tak perlu langsung menolak.
Namun, ketika sudah mendekati hal berbahaya seperti merokok atau narkoba, ajak mereka bicara dari hati ke hati.
Tak hanya seputar seks, hal-hal sensitif seperti obat-obatan terlarang, minuman keras, dan rokok juga sebaiknya menjadi topik yang tidak lagi tabu dibicarakan. Sampaikan kepada anak bahwa akan ada orang-orang yang sudah mengonsumsi hal itu dan membangkitkan rasa penasaran mereka.
Di saat yang sama, sampaikan apa saja dampak negatif dari konsumsi hal itu. Buat relasi dengan aktivitas mereka, seperti merokok akan membuat gigi rusak atau minum alkohol membuat mereka sulit memahami pelajaran di sekolah. Semakin sering dibahas, anak akan tahu mana yang benar dan salah.
Semakin besar anak, hak mereka untuk mendapatkan privasi tentu kian besar. Ada banyak orangtua yang masih sulit menghormati privasi anak karena merasa mereka masih dalam tanggungan orangtua, khas helicopter parenting. Beri privasi kepada anak dengan tidak mengakses kamar, pesan teks, email, atau telepon masuk.
Namun, tentunya untuk alasan keamanan, sebaiknya orangtua tetap memantau ke mana anak pergi, siapa teman-teman mereka, apa yang dilakukan saat berada di luar.
Tak perlu detil, hanya saja tetap pantau siapa saja teman-teman yang kerap bermain bersama anak. Kepercayaan akan membuat anak menjadi lebih bertanggung jawab.
Ketika menghadapi remaja, aturan tegas juga perlu diterapkan. Contohnya dengan memberlakukan jam malam agar waktu tidur mereka tidak berkurang dan mengganggu konsentarsi belajar. Pun dengan penggunaan gadget, jangan sampai membuat mereka tidak tidur semalaman.
Ketika anak sudah menginjak remaja, penerapan aturan harus diikuti dengan alasan logis. Sampaikan argumen orangtua mengapa aturan ini perlu diterapkan, dan apa akibatnya jika dilanggar. Tak hanya itu, alokasikan juga family time agar baik orangtua maupun anak tidak sibuk sendiri.
Tak ada salahnya juga untuk melakukan konsultasi psikologi remaja. Jika psikologi remaja dan permasalahannya berhasil dipahami dan terlewati dengan baik, anak akan tumbuh menjadi pribadi dewasa yang mandiri, bertanggung jawab, dan komunikatif.
Jalani semuanya bersama-sama sesuai peran masing-masing agar periode remaja tidak melulu menjadi saat beradu argumen dengan orangtua.
Sementara itu, apabila Anda memiliki pertanyaan seputar kesehatan remaja, jangan ragu untuk bertanya dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ secara gratis. Unduh di App Store atau Google Play sekarang juga.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Teknik Pomodoro adalah teknik belajar yang berlandaskan pada manajemen waktu. Aturlah timer selama 25 menit, lalu kerjakan tugas atau belajar pada waktu tersebut. Jika timer berbunyi, beristirahatlah sekitar 5 menit dan kembali fokus setelahnya.
Memupuk hubungan kakak dan adik yang akur bisa menumbuhkan mereka jadi sosok penuh empati. Tidak membedakan perlakuan hingga meluangkan waktu bermain bersama adalah cara memupuk hubungan kakak adik yang sehat.
Sindrom Peter Pan adalah perilaku orang dewasa yang belum matang sehingga merasa selalu jadi anak-anak. Orang dengan sindrom ini cenderung menghindar dari tanggung jawab mereka.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Sarah Fajriah
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved