Vandalisme adalah aksi merusak yang umumnya merugikan lingkungan atau fasilitas umum. Tindakan ini juga bisa berdampak buruk pada diri pelaku.
20 Jul 2022
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Salah satu bentuk vandalisme pada remaja yang kerap ditemukan adalah mencoret-coret ruang publik
Table of Content
Pernah melihat kasus vandalisme di televisi atau di berbagai media online? Pelakunya biasa melakukan perusakan terhadap fasilitas umum, hasil karya seni, ataupun keindahan alam. Untuk memahami lebih jauh mengenai tindakan ini, simak penjelasan lengkapnya.
Advertisement
Arti vandalisme adalah adanya tindakan atau perilaku yang bersifat merusak. Merusak bukan berarti harus tindakan penghancuran, melainkan tindakan yang merugikan lingkungan atau fasilitas umum.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, vandalisme artinya perbuatan merusak atau menghancurkan karya seni dan barang berharga lain. Tindakan ini tergolong merugikan, tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk lingkungan sekitar.
Beberapa contoh vandalisme adalah mencorat-coret fasilitas publik, membuang sampah sembarangan, menyalakan api sembarangan (seperti membakar ban), menghancurkan jendela dan bangunan, menggores cat mobil, dan tindakan tidak bertanggung jawab lainnya.
Setelah memahami pengertian vandalisme, Anda juga perlu tahu kalau tindakan ini dibagi menjadi beberapa jenis.
Berikut adalah jenis vandalisme berdasarkan motivasi yang mendorong pelakunya.
Sementara itu, berikut adalah beberapa bentuk vandalisme berdasarkan perbuatannya.
Remaja adalah fase kehidupan seseorang yang sedang berkembang. Pada tahap ini, kebutuhan akan aktualisasi atau pengakuan diri terhadap lingkungannya amatlah besar.
Sebuah penelitian di daerah Sampang, Jawa Timur, yang dilakukan oleh Universitas Negeri Surabaya menjelaskan bahwa salah satu pemicu perilaku vandalisme pada remaja adalah eksistensi, alias kebutuhan ingin diakui oleh lingkungan sekitar.
Jika membahas tentang penyebab, timbulnya suatu perilaku merupakan hasil kombinasi dari beberapa faktor terkait.
Terdapat beberapa faktor yang saling berhubungan sebagai penyebab vandalisme di kalangan remaja.
Remaja berada pada masa transisi antara anak-anak menuju dewasa, yang mungkin belum matang secara fisik dan mental.
Pada masa ini, mereka masih dalam proses pencarian jati diri dan cenderung memiliki emosi yang belum stabil.
Perubahan fisik dan psikologis turut memiliki andil dalam perubahan emosi pada remaja. Mereka cenderung ingin mencoba hal baru, terutama untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan.
Hal ini tidak jarang membuat remaja berperilaku suka “meledak-ledak” atas segala kondisi, kejadian, atau kegagalan yang dialaminya.
Teman dan pergaulan memang bisa menjadi cerminan diri. Di masa peralihan antara anak menuju dewasa ini, remaja cenderung lebih senang berkumpul dengan teman-temannya.
Lingkungan pergaulan yang tidak baik dapat mempengaruhi perilaku remaja pada tindakan yang negatif. Hal ini semata-mata sebagai bentuk eksistensi diri di lingkungan pertemanannya.
Di era digital ini, media sosial sudah menjadi hal lumrah bagi sebagian besar remaja.
Salah satu dampak media sosial adalah turut memengaruhi perilaku negatif pada remaja, seperti vandalisme.
Kemunculan konten-konten berbau rebel di media sosial juga secara tidak langsung mempengaruhi remaja untuk melakukan hal serupa di kehidupan nyata.
Keluarga nyatanya termasuk salah satu faktor penyebab vandalisme pada remaja.
Sebuah artikel yang berjudul Teenagers’ vandalism and the importance of parent-child relationships in addressing it menyebut bahwa pola asuh orang tua turut andil dalam perilaku vandalisme pada remaja.
Sebab, orangtua dan keluarga adalah orang terdekat di generasi remaja yang secara langsung terlibat dalam perkembangan diri dan psikis remaja.
Berikut adalah beberapa masalah dari lingkungan keluarga yang menjadi pemicu vandalisme.
Lingkungan sekolah juga bisa memicu terjadinya perilaku tidak terpuji ini. Berikut adalah beberapa kondisi dalam sekolah yang bisa memicu perbuatan vandal.
Selanjutnya, penyebab vandalisme adalah sanksi yang tidak tegas dari lingkungan sekitar dan pemerintah setempat. Hal ini bisa menyebabkan aksi vandalisme di kalangan remaja semakin meluas.
Jika tidak ada sanksi yang tegas, pelaku bisa bersikap seenaknya dan tidak merasa takut untuk membuat kesalahan.
Baca Juga
Kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatan onar ini tidak hanya dapat berdampak pada lingkungan sekitar, tetapi juga pada remaja itu sendiri.
Berikut adalah beberapa dampak utama akibat vandalisme pada remaja.
Dampak nyata vandalisme adalah menimbulkan kerusakan pada sebagian besar fasilitas umum.
Corat-coret di jalan, kerusakan fasilitas umum, dan sampah yang berserakan menjadi pemandangan yang tidak sedap dipandang mata.
Tidak hanya itu, efek kerusakan yang ditimbulkan juga mengganggu ketertiban, penggunaan ruang publik, hingga menurunkan kualitas kehidupan perkotaan.
Hal ini juga berdampak pada biaya perbaikan fasilitas umum yang tidak murah. Perbuatan merusak barang berharga bahkan bisa menyebabkan sanksi hukum.
Tidak hanya merugikan lingkungan, perbuatan ini juga berdampak negatif bagi pertumbuhan fisik, serta perkembangan intelektual, mental, dan sosial remaja.
Akibatnya, ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan dan sosial, serta perilaku negatif hingga tindak kriminal pada remaja.
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi tindakan vandalisme pada remaja, yakni:
Sebagai lingkungan yang terdekat dengan remaja, keluarga perlu membangun komunikasi yang baik untuk mengatasi persoalan ini.
Dengarkan dan biarkan mereka menyampaikan pendapatnya tentang sesuatu. Validasi (akui) dulu apa yang mereka rasakan, alih-alih menyanggahnya. Hal ini akan membuat mereka lebih terbuka terhadap keluarga.
Dilansir dari Psychology Today, pengekangan terhadap remaja bukan cara efektif untuk mengatasi kenakalan yang terjadi.
Bukan berarti membebaskan, hanya saja perlu ada kontrol keluarga, komitmen bersama, dan komunikasi yang baik antar keduanya.
Beberapa remaja melakukan pengrusakan karena mereka haus akan pengakuan.
Cara mengatasi vandalisme pada remaja sebelum merajalela adalah dengan mengalihkannya pada kegiatan-kegiatan positif.
Kenali minat dan bakat mereka, alihkanlah pada kegiatan yang bermanfaat seperti ekstrakurikuler, olahraga, musik, menari, fotografi, dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan positif ini dapat menjadi kesibukan remaja pada waktu luang sehingga mereka terhindar dari perbuatan yang sia-sia.
Ditambah lagi, mereka bisa saja mendapatkan prestasi di bidang nonakademis dan mendapatkan pengakuan dari sana.
Terkadang, beberapa keluarga enggan meminta bantuan profesional, misalnya psikolog, karena stigma negatif.
Padahal, tidak ada salahnya keluarga dan remaja duduk bersama untuk mendapat penanganan seorang konselor atas masalah yang terjadi.
Konseling dapat dilakukan bersama seorang psikolog atau guru BK di sekolah.
Sebagai pihak yang lebih netral, konselor profesional dapat membantu Anda menemukan solusi yang lebih baik untuk mencapai tujuan bersama, demi memperbaiki perilaku dan pola pikir remaja, ataupun yang harus diperbaiki dari sisi orangtua.
Mengatasi vandalisme tentu tidak dapat dilakukan satu pihak saja, misalnya keluarga. Perlu ada dukungan dari pihak lain. Terlebih jika perbuatan yang dilakukan sampai merugikan kepentingan umum.
Sanksi yang tegas dari masyarakat dan pemerintah terhadap pelaku vandalisme perlu ditegakkan agar menimbulkan efek jera.
Baca Juga
Mengingat dampaknya yang cukup serius, penting untuk berusaha mengatasi dan mencegahnya.
Di sini, peran keluarga bisa menjadi cara pertama yang dapat dilakukan. Orangtua dan keluarga hendaknya mulai menjadi “rumah” bagi remaja atas segala kegamangan yang mereka alami.
Komunikasi antara anak dan orangtua harus terbangun dengan baik agar remaja tidak mencari pelarian lain.
Sementara itu, jika perbuatan yang dilakukan salah di mata hukum, maka hukum vandalisme harus diterima sesuai dengan konsekuensinya.
Jika masih enggan untuk berkonsultasi langsung, Anda bisa memanfaatkan fitur chat dengan psikolog kami di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download aplikasinya di App Store dan Google Play sekarang!
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Bukan sekadar lidah putih pada bayi, si Kecil juga bisa mengalami kondisi bibir bayi putih seperti melepuh atau sariawan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida albicans.
Menurut psikolog asal Rusia Lev Vygotsky, situasi belajar yang tepat akan menentukan bagaimana anak menyerap ilmu dari sekitarnya. Dalam teori Vygotsky, konsep ini disebut dengan Zone of Proximal Development atau ZPD.
Dokter mungkin melakukan kesalahan diagnosis autisme pada anak perempuan. Sebab, gejala autisme pada anak perempuan bisa tersembunyi. Oleh karena itu, kenalilah gejala-gejala tersebut, meski seakan tak terlihat.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved