Anak tantrum sering kali menangis kencang, berguling di lantai, dan berteriak-teriak. Cara mengatasi kondisi ini dapat dilakukan dengan memberi pengertian, dan mengalihkan perhatiannya.
14 Mar 2022
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Penyebab tantrum yang paling umum pada anak adalah rasa frustrasi
Table of Content
Anak tantrum menjadi salah satu momok bagi orangtua. Menangis kencang, berguling-guling di lantai, mengamuk, dan menjerit-jerit kerap terjadi dalam fase tantrum pada anak.
Advertisement
Skenario ini membuat orangtua kerap menahan malu dan merasa sedang diuji kesabarannya. Sebenarnya, apa yang menyebabkan tantrum pada anak? Lalu, adakah cara mengatasi anak tantrum?
Mungkin ada sebagian orangtua yang belum mengetahui apa itu tantrum. Arti tantrum adalah kondisi saat seseorang menunjukkan ledakan amarah yang tidak terkendali. Kondisi ini biasa terjadi pada anak-anak, terutama balita.
Anak tantrum dapat berteriak, menghentak-hentakan tubuh, menendang, hingga berguling-guling. Dengan begitu, tantrum artinya keadaan saat anak meluapkan emosinya secara berlebihan.
Di samping itu, tahukah Anda kalau tantrum punya beberapa fase? Berikut adalah lima fase tantrum pada anak yang perlu diketahui orangtua.
Tantrum biasanya dimulai dari sebuah penolakan. Misalnya, menolak perintah orangtua, atau bahkan merasa diacuhkan. Dalam fase ini, anak tidak akan mendengarkan perkataan orangtuanya, dan malah berlari meninggalkan Anda.
Fase penolakan biasanya berakhir setelah orangtua mengoreksi perilaku anak. Pada saat inilah, anak tantrum mulai meluapkan kemarahannya. Bentuk kemarahan tersebut bisa berupa teriakan, tangisan, hingga adegan berguling-guling di lantai, dan memukuli diri sendiri.
Fase anak mengalami tantrum yang satu ini bisa dianggap sangat menarik. Sebab, anak mulai memberikan penawaran dengan cara kreatif.
Misalnya dengan mengatakan, "Kalau aku membereskan mainanku, apakah aku boleh makan permen?" Jika Anda memberikan jawaban yang tidak memuaskan, anak akan memberikan penawaran lain.
Fase keempat ini menjadi yang paling menantang. Dalam fase tersebut, anak tantrum bisa memperlihatkan tangisan palsu. Sebagai orangtua, Anda pun akhirnya bisa merasa sangat bersalah. Padahal anak hanya berpura-pura.
Akhir fase tantrum adalah pasrah. Namun, hal ini sebenarnya memperlihatkan sikap dendam anak. Anak akan berhenti menangis dan seolah-olah menyerah. Padahal, anak sedang memikirkan cara lain untuk mencapai keinginannya.
Di samping fase-fase di atas, ada pula beberapa jenis tantrum pada anak yang bisa orangtua kenali.
Tantrum frustrasi atau lelah umumnya terjadi ketika anak merasa lapar, lelah, atau gagal melakukan sesuatu.
Kemarahan yang menumpuk akhirnya tumpah menjadi tangisan atau bahkan amukan Tantrum pada bayi atau anak ini bisa berlangsung selama beberapa waktu.
Tantrum ini terjadi ketika anak menginginkan Anda melakukan sesuatu untuknya. Misalnya, anak ingin Anda bermain dengannya saat ada tamu di rumah, atau ia ingin Anda membelikan mainan sekarang juga.
Tantrum penolakan terjadi ketika anak menolak atau enggan melakukan suatu hal. Misalnya, saat Anda meminta anak untuk makan, ia menolaknya dan justru malah menangis atau bahkan mengamuk.
Tantrum kekacauan dapat terjadi di tempat umum, seperti restoran atau pertokoan. Dalam kondisi ini, anak biasanya menjerit, memukul, hingga duduk di lantai agar keinginannya dituruti.
Tantrum ini terjadi ketika anak kehilangan kendali secara fisik dan emosional. Akibatnya, ia berteriak, menendang, atau memukul. Anak mengamuk dan bisa membahayakan dirinya sendiri ataupun orang lain.
Temper tantrum umumnya terjadi pada usia 12-18 bulan, dan mencapai puncaknya saat anak berusia 2 tahun. Ini menjadi cara untuk mengekspresikan rasa kesal dan frustrasinya.
Berikut adalah ciri -ciri anak tantrum yang bisa Anda identifikasi pada anak:
Ketika anak mengamuk, orangtua mungkin berpikir itu kesalahannya. Namun, tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak sehingga ini bukan berarti kesalahan Anda.
Dalam sebagian besar kasus, tantrum mulai berkurang seiring bertambahnya usia anak, dan biasanya hilang pada usia 4 tahun.
Bagi sebagian anak, tantrum hanyalah cara melampiaskan frustrasi karena keinginan yang tidak dipenuhi orangtua. Selain itu, ia juga ingin menguji sejauh mana batas kesabaran ayah dan ibu jika ia berteriak sekencang-kencangnya di tempat umum.
Bagi anak balita, berteriak atau menangis merupakan salah satu cara bernegosiasi dengan orangtua yang tidak memenuhi keinginannya.
Jika anak tantrum selalu dituruti keinginannya dengan alasan agar anak berhenti menangis, maka ia akan melakukan hal yang sama berulang-ulang.
Di sisi lain, penyebab anak tantrum juga dapat dipicu oleh kelelahan, lapar, dan ketidaknyamanan yang dirasakan anak. Jadi, tantrum adalah kondisi yang perlu orangtua perhatikan.
Tantrum pada anak tidak boleh dibiarkan begitu saja karena bisa menjadi kebiasaan buruk. Bahaya tantrum juga harus Anda waspadai saat anak menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.
Terdapat beberapa cara mengatasi anak tantrum pada anak yang bisa Anda coba, yaitu:
Cara menghadapi anak tantrum yang pertama adalah dengan meredakan amarah dan menjaga emosi Anda sendiri. Tarik napas dalam-dalam, kendalikan emosi, dan disiplinkan anak dengan tenang dan tegas.
Biarkan anak tahu bahwa perilaku tantrum tidak baik dan jika Anda mengabaikan tangisannya, anak akan sadar bahwa ibunya serius dan tangisannya tidak akan berhasil.
Apabila anak semakin marah atau di luar kendali, pegang anak dengan kuat untuk menenangkannya. Katakan dengan lembut bahwa Anda mencintainya. tetapi tidak bisa memberikan apa yang diinginkannya.
Cara mengatasi tantrum pada anak dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya. Misalnya, saat anak mengamuk berilah mainan atau buku agar perhatiannya bisa teralihkan dan tantrumnya berangsur berhenti.
Jika cara sebelumnya tidak berhasil, berikan anak time-out atau menyetrap anak selama 1-2 menit untuk memberikan waktu menenangkan diri. Hal ini akan membuat anak menjadi lebih bersabar dan tidak lagi mengamuk.
Ketika anak tantrum, jangan gunakan kekerasan seperti memukul karena justru dapat memperburuk keadaan. Jika memungkinkan, cobalah untuk mengabaikannya. Apabila anak berada di tempat yang aman, Anda bisa berpura-pura meninggalkannya.
Namun, ketika anak menendang atau memukul orang lain, tentu Anda tidak boleh mengabaikannya karena bisa berbahaya. Berikan ia peringatan tegas bahwa hal tersebut tidak sepatutnya dilakukan.
Jika anak sering menunjukkan tantrum cobalah melakukan terapi interaksi orangtua-anak. Terapi anak tantrum ini dapat meningkatkan kepatuhan, mengurangi amukan dan agresi anak, serta meningkatkan hubungan orangtua dan anak.
Baca Juga
Menurut Kids Health, ketika anak selesai tantrum, sebaiknya Anda memuji anak untuk mendapatkan kendali atas situasi tersebut. Anak-anak akan berada pada titik rentan setelah mengalami tantrum karena mereka menyadari hal tersebut tidaklah baik.
Jadi, ketika anak sudah tenang, cobalah untuk memeluknya dan mengatakan bahwa Anda menyayanginya apapun yang terjadi.
Setelah itu pastikan anak cukup tidur. Sebab, jika kurang tidur anak dapat berperilaku ekstrem, tidak menyenangkan, dan menjadi lebih hiperaktif.
Tidur yang cukup pada anak diketahui dapat mengurangi tantrum. Sesuaikanlah waktu tidur anak dengan usianya. Sebagian besar kebutuhan tidur anak berada dalam rentang jam tertentu sesuai usianya.
Sebelum anak tantrum, orangtua bisa mengantisipasi dengan langkah berikut ini.
Untuk berdiskusi lebih lanjut seputar anak tantrum, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Parenting stress adalah salah satu dampak yang mungkin terjadi pada orang tua akibat merawat dan membesarkan anak autis. Untuk mengatasinya, banyak membaca dan memperdalam pengetahuan, bangun support system, dll.
Depresi pada anak umumnya ditandai dengan masalah perilaku di sekolah, perubahan pola makan dan tidur, hingga merasa sedih dan putus asa.
Pada dasarnya, jawaban mengapa kita perlu menolong orang lain adalah karena bisa membuat diri merasa lebih bermanfaat dan bahagia. Karena itu penting mengajarkannya sejak dini pada anak.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved