Merasa jenuh, bingung, hingga sakit kepala saat pandemi adalah gejala yang mungkin menandakan Anda mengalami burnout. Susun skala prioritas dan kelola ekspektasi bisa menjadi cara mengatasinya.
Ditinjau secara medis oleh dr. Anandika Pawitri
2 Feb 2021
Burnout sering disertai dengan munculnya sakit kepala
Table of Content
Ternyata segala urusan, tugas, dan pekerjaan yang semula terasa berat sebelum pandemi, tidak ada apa-apanya dengan mengerjakannya di kala pandemi. Pemicu utama burnout adalah tumpukan begitu banyak pekerjaan, sekaligus ekspektasi yang berlebihan.
Advertisement
Berapa kali dalam sehari Anda mendengar atau membaca orang membahas tentang burnout di tengah pandemi? Tidak berlebihan karena memang istilah ini menggambarkan rasa kelelahan menghadapi dampak COVID-19 terhadap kehidupan.
Merasa jenuh, bingung, kewalahan, hingga sakit kepala hanya beberapa emosi dan gejala yang mungkin muncul ketika mengalami burnout. Tenang, Anda tidak sendirian.
Sebelum merunut bagaimana cara mencegahnya, kenali dulu apa pemicunya:
Ketika virus SARS-COV-2 datang sejak akhir 2019 di Wuhan dan menyebar ke seantero dunia, semua orang dihadapkan pada keharusan tetap berada di rumah. Mendadak. Semua terjadi begitu tiba-tiba. Sekolah, pekerjaan, tugas, dan urusan lainnya sebisa mungkin dilakukan dari rumah.
Bagi orang yang paling adaptif sekalipun, situasi ini pasti terasa mengejutkan. Orang dewasa tiba-tiba memiliki tambahan tugas, WFH dengan begitu banyak virtual meeting, anak sekolah dari rumah, belum lagi urusan domestik yang tak kalah banyaknya.
Situasi ini memicu munculnya burnout karena rasa kaget dengan semua hal yang tidak lagi sama. Jika pada awalnya terasa menantang, berada di rumah seakan scene dalam film menghindari zombie, sayangnya hal ini perlahan terasa sebagai beban.
Sayangnya, kondisi pandemi COVID-19 sepanjang tahun 2020 belum memberikan celah kapan akan berakhir. Setidaknya hingga artikel ini dimuat, belum ada kejelasan kapan orang bisa beraktivitas seperti sedia kala.
Inilah yang menimbulkan beban tersendiri, bahwa tidak ada jalan keluar. Rumah yang diidam-idamkan menjadi tempat pulang setelah seharian beraktivitas, kini maknanya menjadi bias menjadi satu ruangan dengan seluruh urusan yang harus dituntaskan.
Paparan informasi yang begitu banyak dan konstan juga bisa menjadi pemicu terjadinya pandemic burnout. Bukan hanya seputar COVID-19, tapi juga seputar kesehatan, jadwal, anak-anak, memantau kondisi orangtua dan keluarga, urusan pekerjaan, dan banyak lagi.
Begitu banyak informasi membuat perasaan tenang menjadi sebuah kemewahan. Ada stres psikologis yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Krisis ini juga membuat seseorang harus mengambil keputusan dengan mempertimbangkan begitu banyak hal.
Jika dulu Anda bisa berolahraga ke studio atau gym, berkumpul dengan teman-teman setelah kerja, atau relaksasi lain seperti nonton bioskop sendiri, sekarang tidak ada lagi pilihan itu.
Sebaliknya, Anda diminta untuk tetap berada di rumah demi keselamatan diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Hilangnya wadah untuk menyalurkan stres atau hobi ini juga bisa menimbulkan rasa kelelahan dan cemas berlebih.
Baca Juga
Hampir setahun hidup di tengah pandemi, tentu situasi yang semula terasa menantang kini bergeser menjadi menjemukan. Rasa bosan itu ada. Lelah? Jangan ditanya.
Tapi lagi-lagi, semua kendali ada di tangan Anda. Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari burnout di kala pandemi, seperti:
Terkadang, melihat “pencapaian” orang lain di kala pandemi juga bisa menjadi pemicu stres tersendiri. Tanpa disadari, hal ini membuat Anda merasa gagal memanfaatkan waktu selama di rumah. Buang jauh-jauh perasaan ini.
Apabila perlu, lakukan digital detox untuk bisa menjernihkan pikiran dari membandingkan dengan orang lain. Bertahan hidup dan tetap waras di tengah situasi ini saja sudah prestasi, tak perlu memaksakan diri melewati batas lebih dari itu.
Bukan hanya saat pandemi saja, mengelola ekspektasi adalah hal yang sangat penting agar tidak menimbulkan kekecewaan. Tak hanya itu, jangan terlalu memasang target tinggi di saat seperti ini. Ambil contohnya dalam hal pekerjaan. Tentunya meeting secara virtual tidak akan seefektif bertemu langsung, dan itu wajar.
Tak perlu merasa kesal dan memaksakan ekspektasi berlebih. Ini tidak akan efektif. Semua orang sedang berjuang, beradaptasi, dan menuntaskan kewajibannya. Selama berada di track yang sama, Anda telah melakukan yang terbaik.
Di antara begitu banyak pekerjaan dan urusan yang harus diselesaikan dari rumah, sebisa mungkin buat skala prioritas. Jangan membiasakan diri melakukan multitasking karena justru berisiko membuat kewalahan. Sebaliknya, prioritaskan apa yang benar-benar penting bagi Anda. Bukan hanya soal pekerjaan, tapi juga cara mengelola stres versi diri sendiri.
Perasaan terkungkung di rumah setidaknya bisa diatasi dengan memanfaatkan teknologi. Buat janji meeting virtual dengan sahabat terdekat atau saudara untuk saling berbagi cerita. Bawa keseruan berolahraga di studio favorit ke rumah Anda.
Ikuti tur virtual untuk anak-anak, jika mereka tertarik. Bahkan, Anda juga bisa mengambil course di universitas berbeda negara karena di saat seperti ini banyak penyedia layanan yang memudahkan prosesnya.
Tapi lagi-lagi, tidak ada paksaan apa yang harus dicapai selama bertahan di tengah pandemi yang serba tidak pasti. Bisa mengelola burnout saja sudah menjadi pencapaian besar.
Baca Juga
Jangan membandingkan dengan orang lain. Jika mereka bisa mencapai target tertentu dan Anda tidak, bukan masalah. Validasi setiap emosi yang muncul dan tuangkan dengan cara yang tepat.
Sebagai pengingat, kesehatan mental sebaiknya tetap menjadi prioritas utama.
Jika Anda ingin tahu lebih banyak seputar hubungan antara burnout dengan kesehatan mental dan fisik, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Ditulis oleh Azelia Trifiana
Referensi
Artikel Terkait
INFJ adalah kepribadian MBTI paling langka. Hanya 1-3% orang di dunia yang memilikinya, termasuk Oprah Winfrey, Taylor Swift, dan Martin Luther King Jr.
16 Des 2020
Komuter adalah orang yang setiap hari harus melaju menuju tujuannya. Utamanya adalah pekerja yang harus berangkat dari rumah ke kantor, begitu pula saat pulang. Stres di jalan bagi seorang komuter ini juga bisa mengganggu kesehatan, baik fisik maupun mental.
22 Okt 2021
Apa itu insecure? Insecure adalah perasaan tidak aman yang membuat seseorang merasa cemas, takut, dan tidak percaya diri. Perasaan insecure bisa muncul terhadap pekerjaan, penampilan, kondisi sosial, hingga hubungan percintaan. Penyebab insecure banyak yang berawal dari rasa takut akan penolakan atau trauma.
13 Apr 2023
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved