Body dysmorphic disorder adalah gangguan mental yang ditandai dengan ketidakpuasan diri terhadap fisik dan bentuk tubuh. Bisa berbahaya, ketahui gejala yang sering ditunjukkan penderitanya.
2.5
(2)
27 Apr 2020
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Sering mematut diri di depan kaca boleh jadi menjadi tanda dari body dysmorphic disorder
Table of Content
Komplain seperti “Kayaknya hidungku terlalu pesek, deh” atau “Aku pendek banget, ya” mungkin sering diucapkan oleh orang terdekat Anda. Hampir setiap orang mungkin memiliki rasa minder terhadap bentuk tubuh mereka. Hanya saja, pada tataran yang lebih parah, sulit menerima bentuk fisik bisa menjelma menjadi gangguan dismorfik tubuh atau body dysmorphic disorder.
Advertisement
Body dysmorphic disorder adalah gangguan mental yang ditandai dengan ketidakpuasan pada bentuk tubuh tertentu. Pengidapnya terus-menerus memikirkan satu atau lebih ‘kekurangan’ pada fisik, yang sebenarnya tidak dianggap masalah oleh orang lain.
Penderita body dysmorphic disorder atau dismorfik tubuh akan merasa malu, cemas, dan stres dengan bentuk tubuhnya tersebut. Acapkali malu tersebut membuat ia menarik diri dari situasi sosial. Gejalanya pun beragam, seperti terlalu sering bercermin, sering menanyakan penampilannya pada orang lain, hingga menjalani prosedur kecantikan tertentu.
Penyebab gangguan dismorfik tubuh belum bisa dipastikan. Namun, ada beberapa kemungkinan faktor risiko gangguan ini, seperti:
Body dysmorphic disorder dapat memengaruhi banyak individu, termasuk pria dan wanita – dari banyak latar belakang, ras, dan budaya.
Ada beberapa tanda dan ciri yang bisa ditunjukkan pengidap gangguan dismorfik tubuh, misalnya:
Tanda-tanda di atas bisa mengindikasikan adanya masalah yang lebih serius pada orang dengan gangguan dismorfik tubuh - bukan sekadar tidak pede dengan tubuh semata. Apabila Anda melihat gejala ini pada diri sendiri atau orang terdekat, menghubungi ahli jiwa sangat disarankan.
Layaknya gangguan mental lain, body dysmorphic disorder juga harus mendapatkan penanganan dari ahli kejiwaan. Efek dari masalah mental ini bisa sangat fatal, seperti terganggunya kualitas hidup hingga keinginan bunuh diri.
Gangguan dismorfik tubuh dapat menyebabkan penderitanya mengalami penurunan kualitas hidup. Misalnya, dilaporkan bahwa banyak orang dengan body dysmorphic disorder tidak dapat bersekolah, bekerja, atau menjalani hubungan romantis.
Penelitian juga menyebutkan bahwa lebih dari 40% individu dengan gangguan dismorfik tubuh dirawat di rumah sakit jiwa
Apabila tidak ditangani, body dysmorphic disorder dapat menyebabkan konsekuensi yang sangat serius bagi pengidapnya. Mereka berisiko untuk mengalami gangguan kecemasan, depresi, gangguan makan, hingga keinginan dan upaya bunuh diri.
Pengidap body dysmorphic disorder mungkin membutuhkan kombinasi perawatan terapi dengan obat-obatan. Namun, kebutuhan perawatan tersebut juga dapat berubah seiring waktu.
Salah satu terapi yang dapat membantu pengidap gangguan dismorfik tubuh adalah psikoterapi intensif yang fokus pada terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy). Terapi dapat mencakup sesi pribadi, namun dokter juga akan mengadakan sesi bersama keluarga.
Fokus dan tujuan terapi adalah pada pembangunan identitas, persepsi, dan harga diri penderita gangguan dismorfik tubuh.
Pengobatan lini pertama untuk gangguan dismorfik tubuh adalah antidepresan jenis serotonin reuptake inhibitor (SRI) seperti fluoxetine dan escitalopram. Antidepresan SRI diharapkan dapat membantu mengurangi pikiran dan perilaku obsesif pengidap body dysmorphic disorder.
Baca Juga
Body dysmorphic disorder adalah gangguan mental yang membuat seseorang tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Apabila gejala gangguan ini terlihat pada orang terdekat atau mungkin diri Anda sendiri, mencari bantuan ahli jiwa sangat disarankan.
Advertisement
Referensi
Terima kasih sudah membaca.
Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)
Artikel Terkait
Panjat sosial atau social climber adalah istilah yang merujuk pada orang yang menggunakan pertemanannya dengan orang lain untuk meningkatkan status sosialnya. Umumnya, hubungan dialami oleh perempuan.
Learned helplessness adalah kondisi ketika seseorang tidak bisa mengendalikan situasi stres secara berulang dan memilih pasrah saat kembali dihadapkan dengan situasi serupa. Apabila tidak mendapat penanganan, kondisi ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Kebiasaan mengorek hidung atau mengupil berlebihan hingga melukai diri sendiri disebut dengan rhinotillexomania. Berbeda dengan mengupil sesekali yang lazim dilakukan seseorang, kondisi ini disertai dengan obsesi sehingga cukup mengkhawatirkan.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Rahmita Dewi
Dijawab oleh dr. Pany
Dijawab oleh dr. Evelin Kwandang
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
Kumpulan Artikel dan Forum
© SehatQ, 2022. All Rights Reserved