Terlepas dari tertutup atau terbukanya karakter seseorang pada orang lain, bersosialisasi mutlak diperlukan termasuk untuk kesehatan mental. Bersosialisasi terbukti bisa meningkatkan kesehatan otak dan menurunkan risiko mengalami demensia.
8 Jun 2020
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Bersosialiasi memberikan dampak positif bagi mental
Table of Content
Sebagai makhluk sosial, mustahil manusia hidup tanpa bersosialisasi. Terlepas dari tertutup atau terbukanya karakter seseorang pada orang lain, bersosialisasi mutlak diperlukan termasuk untuk kesehatan mental. Bersosialisasi terbukti bisa meningkatkan kesehatan otak dan menurunkan risiko mengalami demensia.
Advertisement
Tentu bersosialisasi yang bermanfaat adalah jenis sosialisasi positif. Bukannya terjebak dalam lingkaran pertemanan yang lebih banyak aktivitas negatif di dalamnya seperti saling pamer atau tak bisa menghargai orang lain. Artinya, penentuan berada dalam lingkaran sosialisasi positif atau negatif harus disaring dari diri sendiri.
Sebelum membahas manfaat bersosialisasi untuk kesehatan mental, manfaatnya untuk kesehatan fisik juga tak terbantahkan. Orang yang aktif bersosialisasi memiliki sistem kekebalan tubuh lebih kuat, utamanya bagi lansia.
Selain itu, beberapa manfaat bersosialisasi untuk kesehatan mental adalah:
Berinteraksi dengan orang lain akan membuat perasaan menjadi lebih senang. Dalam jangka panjang, bersosialisasi akan mengurangi risiko mengalami depresi. Itulah sebabnya ada orang yang efektif memperbaiki mood mereka dengan cara membangun koneksi sosial bersama orang lain.
Bagi lansia, bersosialisasi baik untuk kesehatan mental. Dalam penelitian, orang yang terbiasa terkoneksi dengan orang lain menunjukkan daya ingat dan kemampuan kognitif yang lebih baik. Dalam jangka panjang, lansia yang masih aktif bersosialisasi jarang mengalami demensia dibanding yang terisolasi secara sosial.
Interaksi sosial bisa membuat seseorang merasa nyaman, dengan caranya masing-masing. Mungkin bagi social butterfly, hinggap dari satu kelompok ke kelompok lain sudah menjadi kewajiban bagi mereka. Tapi tentu berbeda dengan orang introvert yang bisa merasa kehabisan energi jika bertemu terlalu banyak orang.
Namun terlepas dari apakah seseorang introvert atau ekstrovert, tetap saja interaksi sosial menimbulkan rasa nyaman. Sebut saja bagi introvert, mereka merasa nyaman bersosialisasi dengan orang-orang terdekat tempat mereka bisa berbicara dan menuangkan keluh kesah apapun.
Lihat bagaimana pengobatan non-medis seperti berkumpul dengan support group kerap disarankan bagi pasien tertentu. Secara tidak langsung, itu adalah bentuk bersosialisasi yang bermanfaat untuk memotivasi tiap individu. Dengan saling bercerita bersama teman seperjuangan, maka akan ada motivasi untuk sembuh atau lebih menerima penyakit yang diderita.
Tentu hal ini tak hanya berlaku pada support group penderita penyakit tertentu saja. Dalam level yang lebih sederhana, pertemanan dalam kelompok yang sama-sama suka berolahraga atau menjalani pola makan sehat tertentu juga bisa saling memotivasi.
Secara psikologis, kontak langsung memberi stimulus pada sistem saraf sehingga melepaskan semacam “cocktail” pada neurotransmitter yang bertugas merespons stres dan rasa cemas berlebih. Artinya, ketika terbiasa bersosialisasi dengan bertemu langsung, maka seseorang bisa lebih tahan banting terhadap berbagai pemicu stres.
Sama seperti vaksin yang memicu antibodi untuk keluar, bahkan interaksi sederhana seperti melakukan tos atau berjabat tangan bisa menstimulus produksi oksitosin. Ketika ada produksi oksitosin melimpah, maka tingkat kepercayaan bisa meningkat. Di saat bersamaan, level kortisol yang merespons stres pun menurun.
Jika di atas sudah disebutkan bahwa bersosialisasi mencegah demensia hingga penurunan fungsi degeneratif otak, ada penelitian lain yang tak kalah menarik. Menurut Cognitive Neurology and Alzheimer’s Disease Center di Chicago, para “SuperAgers” atau lansia berusia 80 tahun ke atas dengan kesehatan mental layaknya orang lebih muda memiliki satu kesamaan: punya sahabat dekat.
Dengan adanya sahabat dekat dalam jangka panjang ini, terbukti membuat para SuperAgers mendapatkan dampak positif dari interaksi sosial ketimbang yang tidak.
Baca Juga
Bahkan bagi orang yang tak suka bersosialisasi dengan terlalu banyak orang sekalipun, berinteraksi hanya dengan satu orang sahabat dekat saja tetap bisa membawa manfaat positif bagi kesehatan fisik dan juga mental.
Tak hanya baik untuk kesehatan otak, bersosialisasi terbukti bisa memotivasi seseorang menjalani hidup yang lebih positif, sehat, dan menyenangkan.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Saat ini, sayur lobak masih belum terlalu populer, jika dibandingkan kol atau kubis. Padahal ternyata, manfaat lobak untuk kesehatan, tidaklah sedikit. Mulai dari meringankan gangguan usus, hingga menurunkan berat badan.
Bau matahari adalah sebutan untuk aroma khas yang muncul setelah seseorang terlalu lama terpapar sinar matahari. Penyebab bau matahari adalah perpaduan udara panas, keringat, dan bakteri di permukaan kulit
Melatih otot kaki dapat membuat kaki menjadi lebih kuat dan fleksibel. Ada banyak gerakan melatih otot kaki yang bisa dicoba, seperti toe splay, toe extension, hingga toe curls.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Denny Sutanto
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved