Kehamilan remaja remaja memiliki risiko yang lebih tinggi dari kehamilan di usia matang atau di atas 19 tahun. Kehamilan ini dapat meningkatkan risiko preeklampsia hingga lahir prematur.
Ditinjau secara medis oleh dr. Karlina Lestari
25 Okt 2019
Kehamilan remaja memiliki banyak risiko yang dapat membahayakan ibu dan janin
Table of Content
Kehamilan remaja ataupun hamil di luar nikah merupakan risiko yang ditimbulkan dari berpacaran.
Advertisement
Pernyataan ini pun dipaparkan berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
59 persen wanita melaporkan pertama kali melakukan hubungan seks pada usia remaja 15-19 tahun.
Tahun 2016, angka hamil di usia dini di Indonesia pun terbilang cukup tinggi, yaitu 48 per 1000 remaja.
Dibandingkan dengan hamil di usia dewasa, hamil usia remaja memiliki risiko yang besar baik bagi ibu maupun bayi.
Pengertian kehamilan remaja menurut WHO adalah kehamilan yang terjadi pada wanita berusia 11-19 tahun.
Padahal, masa remaja menjadi periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, dan intelektual.
Namun, sebagian remaja mendapat kehamilan di usianya yang masih sangat muda.
Menurut WHO, komplikasi kehamilan atau persalinan merupakan penyebab utama kematian untuk remaja perempuan berusia 15-19 tahun.
Sebab, secara umum tubuh remaja belum siap untuk melakukan proses persalinan.
Baca Juga
Selain itu, bayi yang lahir dari ibu remaja juga memiliki risiko kematian yang lebih tinggi. Adapun risiko yang dapat terjadi pada kehamilan remaja, di antaranya:
Kehamilan remaja, terutama yang tidak mendapat dukungan dari orang tua, berisiko tidak mendapat perawatan prenatal yang memadai.
Padahal, perawatan prenatal sangatlah penting, khususnya untuk bulan-bulan pertama kehamilan.
Perawatan prenatal dapat mendeteksi masalah pada ibu dan bayi, memantau pertumbuhan bayi, dan menangani sesegera mungkin komplikasi yang muncul.
Hamil usia dini memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah tinggi (hipertensi) dibandingkan dengan wanita yang hamil pada usia 20-30 tahunan. Kehamilan remaja bahkan memiliki risiko preeklampsia yang lebih tinggi.
Preeklampsia merupakan kondisi medis pada proses kehamilan yang berbahaya. Ini bisa menyebabkan tekanan darah tinggi, protein berlebih dalam urine, pembengkakan di tangan dan wajah, serta kerusakan organ.
Preeklampsia dapat mengganggu pertumbuhan janin dan memicu komplikasi kehamilan lebih lanjut.
Kehamilan pada remaja juga memiliki risiko lebih tinggi menderita anemia. Kondisi ini merupakan kurangnya jumlah sel darah merah yang membuat penderitanya merasa lemah dan lelah sehingga memengaruhi perkembangan bayi.
Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa hamil di usia dini lebih berpotensi mengalami persalinan prematur.
Semakin dini bayi lahir, semakin besar pula risiko masalah pernapasan, pencernaan, penglihatan, kognitif, dan masalah lainnya yang dapat terjadi pada bayi.
Risiko tinggi kehamilan usia muda selanjutnya adalah rentan memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu sekitar 1,5-2,5 kg. Bahkan ada kasus di mana berat bayi lebih rendah dari 1,5 kg.
Bayi dengan berat badan lahir rendah cenderung mengalami kesulitan bernapas dan menyusu.
Selain itu, dapat pula memengaruhi perkembangan otak sehingga mengalami kesulitan belajar.
Remaja yang berhubungan seks tanpa pengaman lebih rentan terkena penyakit menular seksual, seperti klamidia, herpes, atau HIV, apalagi jika mereka belum bisa menjaga organ reproduksinya.
Jika terjangkit penyakit menular seksual dan dinyatakan hamil, kondisi ini dapat membahayakan kehamilan, seperti membentuk kehamilan ektopik atau menularkan penyakitnya pada janin.
Hamil di usia remaja berisiko lebih tinggi mengalami depresi pascapersalinan. Ketika mengalami depresi, seseorang akan merasa sedih, stres, frustasi, bahkan enggan untuk merawat bayinya.
Kondisi ini tentunya akan mengganggu proses merawat bayi baru lahir, bahkan bayi bisa tidak mendapat nutrisi yang cukup.
Hamil di usia dini, apalagi jika di luar nikah, akan merasa takut memberi tahu keluarga dan malu terhadap teman ataupun lingkungan sekitar.
Oleh sebab itu, ia menjadi lebih pendiam dan menyendiri.
Dampak kehamilan pada remaja, tidak hanya memengaruhi kesehatan calon ibu, namun komplikasi atau dampak kehamilan remaja di bawah usia 20 tahun juga bisa dialami oleh janin yang dikandungnya.
Berikut dampak yang perlu diwaspadai:
Ibu yang hamil di bawah usia 20 tahun memilki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kelahiran secara prematur.
Semakin awal bayi dilahirkan, maka semakin besar pula risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang, cacat bawaan lahir, hingga gangguan fungsi pernapasan dan pencernaan pada bayi.
Baca Juga
Bayi yang lahir secara prematur cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah dari bayi yang lahir cukup bulan.
Kondisi ini membuat bayi lebih rentan mengalami kondisi medis berikut:
Jika kehamilan remaja sudah terlanjur terjadi, sebaiknya lakukan beberapa tindakan berikut sebagai upaya untuk mengusahakan kehamilan sehat sekaligus mengurangi risiko bahaya yang mungkin terjadi:
Kehamilan remaja dapat dicegah dengan mudah, salah satu caranya adalah dengan menghindari hubungan seks di usia dini.
Selain itu, pastikan remaja mendapat pendidikan seks yang baik, agar mampu menjaga dirinya sendiri dan memahami organ reproduksinya, untuk menghindari berbagai konsekuensi buruk yang dapat terjadi.
Bila Anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai edukasi seks dan hamil di usia dini, Anda bisa konsultasikan dengan dokter kandungan terdekat Anda.
Selain itu, Anda juga bisa chat dokter gratis di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ agar mengetahui cara mencegah hamil di usia dini.
Download aplikasinya sekarang di Google Play dan Apple Store.
Advertisement
Ditulis oleh Dina Rahmawati
Referensi
Artikel Terkait
Mengembalikan bentuk tubuh setelah melahirkan bukanlah hal yang mustahil. Namun, dibutuhkan proses, waktu, dan kesabaran yang ekstra. Anda dapat memulainya dengan cara menyusui hingga menggunakan korset melahirkan
7 Jul 2022
Perbedaan perut buncit dan hamil terkadang bisa "menjebak". Sebab, keduanya memiliki satu ciri khas yang sama, yakni perut yang membesar, tetapi kehamilan akan terbukti akurat jika diuji dengan test pack atau mendatangi laboratorium.
6 Apr 2023
Pemeriksaan kehamilan saat pandemi Covid-19, perlukah dilakukan? Pertanyaan tersebut mungkin terbersit di benak para ibu hamil. Sebenarnya, pemeriksaan kehamilan di tengah pandemi virus corona tetap perlu dilakukan, asalkan tetap mengikuti prosedur pemeriksaan kehamilan saat pandemi yang aman agar ibu hamil tidak terinfeksi virus corona.
27 Mei 2020
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved