Salah satu manfaat ganja untuk kesehatan yang telah teruji klinis adalah untuk mengatasi kejang. Ganja yang digunakan untuk keperluan medis ini adalah tanaman ganja yang sudah melalui pemurnian di laboratorium untuk diambil kandungan CBD-nya.
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
8 Jul 2022
Legalisasi ganja untuk keperluan pengobatan masih menjadi bahan perdebatan di Indonesia
Table of Content
Legalisasi ganja untuk kepentingan medis masih menjadi pro dan kontra. Sampai belakangan, topik ini kembali mencuat dan mendadak viral di media sosial setelah seorang ibu membawa papan bertuliskan “Tolong, anakku butuh ganja medis” di hari bebas berkendara, alias Car Free Day, pada Minggu (26/6).
Advertisement
Sebelumnya, kasus seputar ganja yang digunakan untuk keperluan pengobatan juga sempat ramai pada 2017. Terutama, setelah seorang PNS, bernama Fidelis kedapatan oleh BNN menanam pohon ganja di halaman rumahnya, untuk pengobatan sang istri yang mengalami syringomyelia.
Lantas, apakah benar ganja benar-benar memiliki manfaat untuk kepentingan medis? Apakah ada efek samping berbahaya yang mungkin ditimbulkan akibat konsumsinya? Bagaimana regulasinya di Indonesia hingga saat ini? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut.
Legalisasi ganja sudah sejak lama menimbulkan pro-kontra. Bukan cuma di Indonesia, melainkan dunia. Di Indonesia sendiri, ganja dikelompokkan ke dalam jenis narkotika golongan 1, sehingga penggunaannya dilarang dan ilegal di Indonesia.
Mariyuana, atau ganja, adalah tanaman atau daun yang memiliki nama latin Cannabis sativa. Di dalamnya, terkandung banyak senyawa cannabis (cannabinoid). Senyawa cannabinoid merujuk pada segala senyawa kimia yang dapat masuk ke dalam tubuh, yang punya efek serupa dari ganja.
Di daun ganja sendiri, terdapat dua senyawa utama dari cannabinoid yang memiliki efek pengobatan, yaitu tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD).
Kedua senyawa cannabinoid memiliki dua sifat yang berbeda. THC punya sifat psikoaktif yang cukup kuat. Mengutip WHO, psikoaktif adalah golongan obat yang dapat memengaruhi kondisi mental seseorang, seperti persepsi, kesadaran, pemahaman, suasana hati, dan emosi. Penyalahgunaannya dapat berujung pada ketergantungan.
Sementara itu, CBD diduga memiliki sifat antipsikoaktif yang dapat melawan atau mengendalikan efek yang muncul dari THC. Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Prof. Apt. Zullies Ikawati, Ph.D., menyebut, CBD memiliki aktivitas farmakologi, salah satunya untuk antikejang.
Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, melarang penggunaan tanaman ganja utuh atau turunannya untuk tujuan apa pun, termasuk Indonesia. Akan tetapi, penggunaan CBD dari tanaman rami untuk tujuan pengobatan (dengan konsentrasi THC di bawah 0,3%) diperbolehkan.
BACA JUGA: Bisa Sebabkan Kematian, Ini Fakta Seputar Ganja Sintetis
Selain Amerika, beberapa negara lain juga telah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis dengan peraturan yang cukup ketat. Di Asia sendiri, Thailand menjadi negara Asia pertama yang melegalkan ganja untuk keperluan medis.
Berikut ini adalah beberapa manfaat daun ganja untuk kesehatan:
Cannabinoid (CBD) yang terdapat di dalam tanaman ganja dapat membantu mengurangi rasa sakit. Melansir dari JAMA Network, mariyuana dapat mengurangi rasa sakit kronis tertentu, seperti nyeri neuropati yang disebabkan oleh kerusakan saraf dan serta spastisitas (kontraksi otot yang terus-menerus) akibat multiple sclerosis.
Harvard Medical School juga menyebutkan bahwa CBD dapat membantu mengurangi rasa sakit dengan intensitas sedang dan peradangan yang disebabkan oleh arthritis ketika dioleskan ke kulit.
Berikut ini adalah beberapa kondisi penyebab nyeri kronis yang bisa diringankan oleh CBD dalam ganja:
Manfaat ganja juga disebut dapat meredakan efek samping kemoterapi akibat pengobatan kanker, seperti nyeri kronis ataupun kehilangan nafsu makan.
Ganja medis juga diketahui dapat membantu meringankan kejang yang berhubungan dengan epilepsi.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam The Permanente Journal menyebutkan CBD yang telah dimurnikan dan disesuaikan dosisnya terbukti ampuh untuk mengatasi sindrom Dravet dan sindrom Lennox Gastaut. Keduanya adalah dua bentuk langka dari epilepsi.
CBD juga mungkin berguna untuk pasien yang mengalami kebal terhadap obat epilepsi lainnya. Meski begitu, tetap diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hal ini.
Guru Besar Farmasi UGM, Zullies Ikawati, juga menyebutkan ganja memang bisa jadi alternatif pengobatan kejang, tapi bukan pilihan utama.
Kandungan psikoaktif THC yang ada di dalam ganja diketahui juga bisa memberikan efek bahagia atau perasaan relaks dan mengantuk. Efek ganja inilah yang diketahui memberikan manfaat bagi penderita gangguan tidur, seperti insomnia.
Selain itu, rasa sakit yang berkurang akibat efek antinyeri dari ganja juga bisa membantu seseorang tidur lebih nyenyak.
Ganja medis, atau cannabidiol, bekerja dengan cara memengaruhi sistem saraf pusat (otak). Beberapa efek yang muncul dari penggunaan obat ini adalah perasaan relaks.
Tidak hanya itu, marijuana atau ganja juga diketahui dapat meredakan beberapa efek samping kemoterapi, seperti mual, muntah, nyeri, dan tidak nafsu makan.
Mengutip American Cancer Society, beberapa studi juga tengah meneliti tentang manfaat ganja medis dalam membunuh sel-sel kanker. Dalam uji coba yang dilakukan di laboratorium, ganja medis diketahui dapat memperlambat pertumbuhan sel kanker, mengurangi penyebaran, atau bahkan membunuhnya.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa penelitian itu baru dilakukan di lab dan baru sedikit saja yang dilakukan pada manusia. Meski penggunaan aman untuk perawatan kanker, cannabinoid ini belum mampu menyembuhkan kanker.
Pengobatan kanker, seperti kemoterapi, radiasi, atau kombinasi keduanya harus tetap menjadi cara utama dalam penanganan kanker.
Salah satu efek ganja adalah dapat memberikan perasaan tenang. Ini karena cara kerjanya yang langsung memengaruhi sistem limbik, yang bertugas mengatur emosi dan perilaku.
Oleh karena itu, beberapa ahli menganggap bahwa ganja punya manfaat dalam pengobatan gangguan mental, seperti post-traumatic stress disorder (PTSD) dan gangguan kecemasan.
Meski demikian, laporan yang dimuat dalam National Institute on Drug Abuse menyebutkan sebaliknya. Beberapa studi malah menyebutkan bahwa ganja mungkin saja meningkatkan risiko gangguan mental, seperti skizofrenia, kecemasan, dan depresi. Walau, belum dapat diterangkan secara jelas mekanismenya.
Artinya, perlu penelitian yang lebih besar lagi untuk mencari tahu manfaat ganja dalam mengobati masalah kejiwaan.
Penelitian terbatas yang dilakukan pada manusia menyebutkan bahwa ganja bermanfaat untuk mengatasi kecanduan. Laman Harvard Medical School menyebutkan, CBD dalam ganja yang bersifat antipsikotik diketahui dapat membantu meredam keinginan seseorang terhadap tembakau dan heroin.
Sementara itu, penelitian pada hewan menyebutkan bahwa penggunaan ganja dapat membantu meringankan kecanduan terhadap alkohol, zat cannabis, opium, dan zat stimulan.
BACA JUGA: Efek Minum Alkohol untuk Kesehatan, Bisa Sebabkan Kanker
Pelarangan konsumsi ganja bukanlah tanpa alasan. Tanaman ganja mengandung lebih dari 100 senyawa cannabinoid. THC adalah senyawa cannabinoid paling besar dalam ganja yang bisa menimbulkan kecanduan dan memengaruhi sistem saraf.
Penyalahgunaannya, bahkan dapat membuat seseorang “teler” karena efek euforia yang cukup kuat.
Beberapa efek samping ganja yang mungkin terjadi, antara lain:
Cannabinoid dan cannabidiol (CBD) adalah beberapa istilah yang paling sering ditemukan ketika berbicara tentang manfaat ganja untuk kepentingan medis. Bahkan, istilah ganja kadang digantikan dengan kedua kata tersebut.
Padahal, ganja dan cannabinoid tidaklah sama. Cannabidiol (CBD) termasuk senyawa cannabinoid. Bersama dengan THC, CBD merupakan senyawa yang terkandung dalam ganja. Senyawa inilah yang kemudian sering diteliti dan digunakan untuk kepentingan ilmu medis.
Selain tanaman ganja, tanaman rami juga mengandung senyawa cannabidiol (CBD). CBD dari tanaman rami (hemp plants) dinilai lebih tidak menimbulkan pro dan kontra karena dinilai lebih sedikit punya zat yang bersifat merugikan. Sementara, yang berada di tanaman ganja kebanyakan adalah senyawa THC yang punya efek lebih kuat.
Ganja yang digunakan untuk keperluan medis bukanlah keseluruhan tanaman ganja. Sebab, yang dibutuhkan hanyalah kandungan CBD-nya.
Ganja medis adalah tanaman ganja yang telah mengalami proses pemurnian dan diberikan oleh dokter dengan dosis yang telah terukur, sehingga dapat dijadikan obat.
Penggunaan ganja, seperti diseduh, dimakan, atau bahkan diisap tidak dianjurkan karena dosisnya tidak dapat diukur. Selain itu, penggunaan ganja utuh juga lebih berisiko karena masih bercampur dengan kandungan THC yang lebih tinggi.
Manfaat ganja untuk kepentingan medis memang ada. Ini dibuktikan dengan kandungan CBD pada ganja yang telah teruji klinis dapat mengatasi kejang. Namun, penggunaan CBD yang dapat mengatasi kejang yang telah dimurnikan di laboratorium dan dengan dosis yang ditentukan dokter secara saksama.
Bukan dari pohon ganja utuh. Pasalnya, kandungan THC dalam daun ganja, lebih banyak ketimbang CBD yang dibutuhkan.
Apabila Anda membutuhkan obat-obatan untuk berbagai masalah kesehatan, seperti meredakan efek samping kemoterapi, meredakan nyeri kronis, dan mengatasi kejang, cobalah berkonsultasi dengan dokter terlebih dulu.
Membakar atau mengolah ganja langsung sebagai pengobatan bisa meningkatkan risiko efek samping. Konsultasikan ke dokter obat yang mungkin lebih kuat untuk mengatasi masalah Anda apabila obat yang biasa tidak lagi berpengaruh.
Anda juga bisa bertanya langsung dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download aplikasinya sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Ditulis oleh Rena Widyawinata
Referensi
Artikel Terkait
Mineral adalah elemen yang berperan dalam menjalankan fungsi tubuh. Seperti kalsium, zat besi, natrium, kalium, zinc, dan lain-lainnya. Kenali jenis dan fungsi mineral untuk tubuh.
1 Feb 2023
Jika teh hijau biasanya dikonsumsi sebagai minuman kaya antioksidan, tren yang tak kalah menarik dikulik adalah rokok teh hijau. Beberapa dekade silam, rokok teh hijau pertama kali populer di Vietnam dan menjadi tren juga di negara-negara lain. Klaimnya, rokok teh hijau bisa membantu mengatasi kecanduan pada rokok.
1 Agt 2020
Makanan asam adalah jenis makanan yang memiliki tingkat pH 4.6 atau kurang. Jika dikonsumsi berlebihan, makanan berasam tinggi dipercaya bisa mengundang sejumlah penyakit, salah satunya batu asam urat.
26 Mei 2022
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved