Kontroversi bahwa vaksin menyebabkan autisme sudah lama diisukan. Namun, penelitian sudah jelas menyimpulkan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme.
2023-03-20 18:13:56
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Polemik vaksin menyebabkan autisme memang seakan tiada habisnya
Table of Content
Polemik vaksin memang seakan tiada habisnya, dimulai dari keresahan akan kehalalan kandungan vaksin hingga desas-desus vaksin menyebabkan autis. Memang topik mengenai efek samping vaksin, terutama vaksin MR maupun MMR banyak dibahas, didebat, dan terus diteliti.
Advertisement
Karena menyangkut buah hati, mari kita bahas secara seksama supaya Anda bisa mengambil keputusan yang tepat mengenai vaksinasi.
Autis dikenal sebagai kelainan pertumbuhan pada anak yang berkaitan dengan interaksi sosial, minimnya komunikasi dan gejala lainnya. Autis biasanya sudah dapet didiagnosis ketika anak berusia balita, dan juga lebih sering ditemukan pada anak lelaki dibandingkan dengan perempuan - sesuai temuan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Hingga saat ini, penyebab autis pada anak-anak secara pasti masih menjadi misteri medis. Namun pendapat populer oleh para ahli sering mengacu pada kombinasi genetik dan faktor-faktor lingkungan sebagai penyebab autis pada umumnya.
Infografis: Gejala Autisme pada Anak-anak
Perdebatan mengenai apakah vaksin MMR (measles, mumps, dan rubella) menyebabkan autisme berawal pada tahun 1998. Ketika itu, ada sebuah studi di Inggris yang dilakukan atas 12 anak, dan menyimpulkan adanya hubungan antara vaksinasi dengan autisme. Studi tersebut mendapatkan banyak perhatian media, sehingga memicu perdebatan pro dan kontra vaksinasi.
Namun tentunya perlu diingat bahwa jumlah sampel yaitu 12 anak sesungguhnya terlalu sedikit untuk dapat memberikan kesimpulan apapun. Studi lanjutan yang dilakukan secara lebih luas, yang mana salah satunya dilakukan oleh badan kesehatan internasional WHO, dengan tegas menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa vaksin MMR menyebabkan autisme.
Sebelum tahun 2001, salah satu kandungan yang digunakan di dalam beberapa jenis vaksin yang diberikan kepada bayi dan balita adalah thimerosal. Thimerosal ini merupakan pengawet yang mengandung merkuri.
Oleh karena merkuri merupakan logam yang apabila diserap tubuh dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kerusakan pada otak dan ginjal, maka keamanan penggunaan thimerosal di dalam vaksin menjadi pertanyaan.
Perlu diingat, bahwa thimerosal sendiri sudah tidak digunakan di dalam vaksin untuk anak sejak tahun 2001. Dan, 9 studi yang dilakukan CDC untuk menganalisa keamanan penggunaan thimerosal menyimpulkan bahwa kandungan ini sebetulnya aman untuk digunakan.
Baca Juga
Badan kesehatan di Amerika Serikat seperti CDC dan Departemen Kesehatan AS, Institut Nasional Kesehatan Anak, Institut Kesehatan Nasional, Badan Pediatrik Amerika Serikat, Komite Keselamatan Obat-obatan di United Kingdom, dan WHO seluruhnya menolak hasil riset yang mengaitkan antara efek vaksin dengan autis pada anak-anak.
Hipotesis bahwa vaksin menyebabkan autis dinyatakan tidak benar dan tidak berdasar sama sekali oleh beberapa badan kesehatan dunia dengan reputasi terpercaya ini. Pihak CDC juga terus melakukan banyak evaluasi berkelanjutan untuk terus mempelajari korelasi antara efek vaksin dan autis.
Secara garis besarnya, para ahli kesehatan sendiri termasuk tim periset dari Rumah Sakit Anak di Newark, New Jersey, tetap lebih memilih pro vaksin karena yakin akan manfaatnya yang lebih besar dibandingkan dengan risiko autis yang belum tentu benar adanya.
Jika anak-anak melewatkan vaksin wajib seperti MMR, maka hal ini bisa berpotensi pada risiko yang serius dan bahkan mengancam keselamatan jiwa mereka, seperti encephalitis atau radang otak yang berakibat fatal.
Bahkan penyakit campak yang terkesan sepele juga punya risiko kerusakan otak hingga kematian. Penyakit gondong bisa mengakibatkan kehilangan pendengaran dan meningitis/infeksi otak. Terakhir, Rubella bisa mengakibatkan cacat pada anak atau bahkan kematian bayi di dalam kandungan. Padahal, vaksin MMR terjadwal bisa mencegah terjangkitnya seluruh penyakit mematikan ini dengan efektif.
Kesimpulan akhirnya: Hingga saat ini, belum ada riset yang cukup untuk membuktikan kalau vaksin menyebabkan autis. Sebaliknya, ada banyak riset yang menyimpulkan efektivitas vaksin untuk mencegah berbagai penyakit.
Hingga hadirnya riset terpercaya yang mengemukakan hubungan langsung antara efek vaksin dengan autis, orang tua dianjurkan untuk mengikuti nasehat medis atau kedokteran yaitu memberikan vaksin imunisasi secara terjadwal untuk si buah hati
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Vaksin palsu menjadi isu tersendiri di kalangan orangtua yang ingin memberikan imunisasi pada anak. Sebenarnya, vaksin palsu tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Namun, bukan berarti keberadaan vaksin palsu ini bisa diabaikan.
Konsumsi obat nyeri jenis tertentu ternyata merupakan salah satu hal yang tidak boleh dilakukan setelah imunisasi karena bisa mengganggu kerja vaksin.
Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati. Penyakit ini menular melalui cairan tubuh karena hubungan seksual, jarum suntik, atau kontak dengan penderita.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Veranita
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved