Terapi plasma konvalesen adalah pengobatan menggunakan plasma darah dari penyintas Covid-19 kepada pasien positif Covid-19. Dianggap dapat meningkatkan peluang kesembuhan, baru-baru ini WHO melarang terapi plasma konvalesen sebagai pengobatan untuk pasien Covid-19.
8 Des 2021
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Terapi plasma konvalesen adalah pengobatan menggunakan plasma darah dari orang yang sudah sembuh Covid-19
Table of Content
Terapi plasma konvalesen seolah menjadi harapan baru untuk mengobati pasien Covid-19, terutama para pasien dengan gejala berat. Akan tetapi, baru-baru ini World Health Organization (WHO) melarang terapi plasma konvalesen sebagai pengobatan untuk pasien Covid-19. Apa alasannya?
Advertisement
Terapi plasma konvalesen adalah pengobatan yang menggunakan plasma darah dari orang yang sudah sembuh dari suatu infeksi penyakit. Dalam hal ini, berarti dari penyintas Covid-19 kepada pasien positif Covid-19 .
Mengutip dari laman resmi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Direktur Lembaga Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio mengatakan, ketika seseorang terinfeksi suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, jamur, atau bakteri, ia akan membentuk antibodi.
Pada kasus Covid-19, maka antibodinya adalah untuk virus penyebab Covid-19. Nah, terapi plasma konvalesen bekerja dengan mekanisme tersebut.
Darah dari seorang penyintas Covid-19 akan diambil, kemudian diproses untuk menghilangkan sel darah sehingga tersisa cairan (plasma) dan antibodi. Plasma dan antibodi itulah yang akan diberikan kepada pasien Covid-19.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penggunaan plasma darah dalam pengobatan medis bukanlah suatu hal yang baru.
Penggunaan plasma darah sebagai terapi dari pasien yang sembuh sudah dilakukan untuk berbagai macam pengobatan pada wabah penyakit, seperti flu babi, ebola, SARS, dan MERS. Plasma konvalesen diyakini mampu mengeliminasi virus sehingga infeksinya bisa mereda.
Bagi pasien positif Covid-19 yang masih berjuang untuk sembuh, terapi plasma konvalesen dianggap dapat menjauhkan pasien dari serangan virus, sekaligus memperbaiki jaringan tubuh yang sudah rusak.
Dengan demikian, tingkat keparahan penyakit yang dialami bisa berkurang dan pasien bisa lebih cepat sembuh.
BACA JUGA: Long Covid, Simak Tanda dan Gejalanya
Adapun beberapa syarat menjadi pendonor plasma konvalesen untuk penyintas Covid-19 adalah sebagai berikut.
Sementara itu, orang-orang yang tidak boleh menjadi pendonor plasma konvalesen untuk penyintas Covid-19, yakni:
Sementara itu, syarat penerima plasma konvalesen dari penyintas Covid-19, yaitu:
Dokter akan mempertimbangkan untuk melakukan terapi plasma apabila seseorang tersebut adalah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit. Selanjutnya, tim medis akan melakukan pencarian pendonor yang golongan darahnya cocok dengan pasien Covid-19.
Saat pasien dipersiapkan menjadi donor atau pasien yang akan dilakukan terapi plasma konvalesen, pendonor atau penerima donor darah harus menandatangani formulir persetujuan atau kesediaannya (informed consent).
Tim medis juga akan membuat rencana jadwal pengambilan darah bagi pendonor yang telah bersedia dan telah menandatangani informed consent. Waktu pengambilan darah disesuaikan dengan kondisi pasien dan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, berikut langkah-langkah yang dilakukan oleh petugas medis dalam melakukan donor plasma konvalesen:
Langkah-langkah tersebut biasanya memakan waktu sekitar 1-2 jam lamanya. Setelah proses donor plasma selesai dilakukan, dokter akan memantau kondisi pasien Covid-19.
Dokter juga akan memberi tahu mengenai berapa lama pasien perlu berada di rumah sakit dan apakah dibutuhkan terapi plasma lanjutan atau tidak.
BACA JUGA: Kriteria Sembuh dari Covid-19 Menurut Kemenkes
Pada dasarnya, donor darah sudah sering dilakukan untuk mengobati berbagai kondisi kesehatan tertentu. Ini artinya, donor darah cenderung aman dilakukan.
Risiko tertular Covid-19 melalui terapi plasma konvalesen belum dapat dibuktikan secara ilmiah hingga saat ini.
Kendati demikian, para peneliti percaya bahwa risiko tertular Covid-19 cenderung rendah karena pendonor plasma sudah benar-benar sembuh dari infeksi penyakit.
Namun dalam sejumlah kasus, terapi plasma konvalesen mungkin menimbulkan risiko efek samping tertentu, seperti reaksi alergi, kerusakan paru-paru, sulit bernapas, hingga terinfeksi HIV atau hepatitis B dan C.
Jika Anda merupakan pasien atau penyintas Covid-19 yang melakukan donor plasma konvalesen dan mengalami efek samping tertentu, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter.
Maraknya terapi plasma konvalesen yang dicari dan digunakan untuk mengobati Covid-19 di Indonesia, memunculkan pertanyaan mengenai efektivitasnya.
Sebelumnya, Food and Drug Administration (FDA) sudah memberi izin darurat mengenai penggunaan terapi plasma dan masih melakukan penelitian lebih lanjut terkait efektivitasnya.
Di Indonesia sendiri, lembaga penelitian pemerintah, Eijkman, masih mengembangkan studi terkait keefektifan pengobatan ini.
Namun, kini WHO resmi melarang terapi konvalesen sebagai pengobatan Covid-19. Melalui rekomendasi terbarunya, WHO mengatakan terapi plasma konvalesen yang diambil dari darah penyintas Covid-19 tidak boleh diberikan kepada pasien Covid-19 dengan gejala ringan hingga kritis sekalipun.
Hal tersebut dibuktikan pada temuan dari 16 uji coba yang melibatkan 16.236 pasien terinfeksi Covid-19 dengan gejala tidak parah, parah, dan kritis.
Hasilnya, terapi plasma konvalesen tidak dapat meningkatkan kelangsungan hidup atau mengurangi kebutuhan mesin ventilator pada pasien Covid-19. Di sisi lain, terapi plasma darah tergolong mahal dan memakan waktu.
Atas dasar itulah, WHO menegaskan agar terapi plasma konvalesen tidak untuk pasien Covid-19 dengan gejala ringan, sedang, parah, dan kritis. Pengobatan hanya boleh diberikan sebagai bagian dari uji klinis.
Baca Juga: Ini Alasannya Vaksin Covid-19 Sangat Penting Diberikan
Masih punya pertanyaan seputar terapi plasma konvalesen untuk pasien Covid-19, segera konsultasikan dengan dokter melalui aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Caranya, unduh sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Ciri-ciri mengi adalah terdengarnya suara peluit saat seseorang bernapas. Beberapa obat mengi tradisional yang bisa Anda coba adalah, hidroterapi, mengonsumsi vitamin, hingga latihan pernapasan.
Meski tampak serupa, ada perbedaan yang signifikan antara humidifier, diffuser, dan purifier. Anda harus tahu apa kebutuhan Anda sebelum membelinya karena masing-masing memiliki fungsi hingga cara kerja yang berbeda.
Vaksin Covid-19 buatan Pfizer digunakan sebagai vaksin booster bagi orang yang menerima vaksin primer jenis vaksin Sinovac dan AstraZeneca. Efek samping yang bisa terjadi antara lain demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri di area bekas suntikan.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved