Apa itu ambisius sebenarnya? Selama ini, kata ambisius identik dengan perilaku seseorang yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Namun sebenarnya, ambisius pun memiliki sisi positifnya juga, termasuk dalam membantu Anda mencapai target.
Ditinjau secara medis oleh dr. Karlina Lestari
16 Nov 2020
Apa itu ambisius, yang ternyata bisa membantu Anda meraih cita-cita?
Table of Content
Apa itu ambisius yang tak jarang membuat orang-orang lain merasa terganggu? Ternyata, sikap ambisius tersebut bisa berhubungan dengan sebuah kondisi kondisi yang disebut duck syndrome.
Advertisement
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ambisius adalah sifat seseorang yang penuh ambisi maupun keinginan keras untuk mencapai suatu harapan atau cita-citanya.
Sementara itu, duck syndrome menggambarkan kondisi seseorang sangat senang pamer, padahal kondisi hidupnya berbeda 180 derajat dari kelihatannya. Disebut duck syndrome karena kondisi ini mirip bebek yang sedang berenang, yakni terlihat tenang di atas air, tapi kakinya di dalam air mengepak dengan kencang.
Istilah duck syndrome awalnya mengacu pada para mahasiswa Universitas Stanford Amerika Serikat, yang terlihat mampu memenuhi segala tuntutan kampus dalam hal akademis, sosial, maupun komunitas tanpa hambatan. Padahal di balik itu ada pengorbanan ‘mati-matian’ yang dilakukan para mahasiswa.
Menjadi orang yang ambisius tidak selamanya buruk, bahkan Anda mungkin tidak akan berada di posisi karier saat ini tanpa ambisi. Namun, pastikan Anda selalu menjaga diri sebagai ambisius sehat, bukan ambisius tidak sehat.
Ambisi yang sehat adalah upaya yang diukur secara matang demi mendapatkan pencapaian atau pembuktian tertentu. Menjaga ambisi tetap sehat dapat mengembangkan diri menjadi sebagai individu maupun hubungan sosial.
Sementara itu, ambisi yang tidak sehat adalah upaya serampangan alias sporadis untuk membuktikan diri sebagai yang paling hebat. Sifat ambisius seperti ini lebih mirip pada keserakahan dan pada akhirnya akan merusak serta justru menghambat perkembangan diri dan sosial Anda.
Seseorang dengan sikap ambisius tidak sehat, bisa menunjukkan gejala kelainan mental yang mungkin timbul, berupa duck syndrome ini. Di depan banyak orang, Anda ingin terlihat sukses, keren, dan dikagumi. Namun sesungguhnya, hati kecil menjerit karena Anda sangat menderita untuk mencapai dan mempertahankan citra tersebut.
Setelah mengetahui apa itu ambisius dan hubungannya dengan duck syndrome, Anda sebaiknya mengetahui faktor yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami sindrom tersebut. Menurut penelitian, duck syndrome dapat muncul karena:
Tidak sedikit orang yang ingin terlihat hebat atau sempurna tanpa harus berkorban banyak. Salah satu jalan pintasnya adalah dengan mengunggah foto yang memperlihatkan Anda hebat, cantik, pintar, kaya, dan sebagainya diikuti dengan caption mendukung.
Untuk menghindari tekanan media sosial ini, Anda sebaiknya jangan menilai orang hanya dari luarnya saja. Dalam hal ini jangan menganggap seseorang hebat dari feed medsosnya semata.
Saat ini misalnya, banyak orang bisa terlihat kaya di dunia mayal dengan mengunggah barang-barang mewah di akun mereka agar bisa masuk kelompok tertentu atau dianggap berada di strata sosial tertentu.
Pola asuh bernama helicopter parenting disebut-sebut dapat membuat anak mengalami duck syndrome ini. Helicopter parenting adalah sikap orangtua yang cenderung berlebihan dalam mengawasi dan mengintervensi setiap sisi kehidupan anak.
Anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini biasanya akan banyak dituntut untuk sempurna. Orangtua pun akan sangat protektif.
Akibatnya, anak tidak banyak memiliki pengalaman hidup sehingga sulit menghadapi kekecewaan, kegagalan, dan kompetisi dengan orang lain.
Tekanan yang dimaksud bisa berupa kemiskinan, kekerasan di lingkungan tempat tinggal, konflik orangtua, perceraian, dikucilkan dari pergaulan, dan faktor lain yang mengakibatkan rumah tangga tidak harmonis.
Anak-anak yang jarang beraktivitas fisik dan kurang bisa berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah juga bisa mengalami sindrom ini.
Gangguan psikologis yang mengakibatkan munculnya duck syndrome misalnya ingin selalu terlihat sempurna (perfeksionisme), rendahnya kepercayaan diri, pandangan yang negatif terhadap kondisi tubuhnya sendiri, maupun sebagai pelarian dari ejekan yang sering diterimanya dari lingkungan.
Selain menuntun seseorang pada duck syndrome, gangguan psikologis ini juga dapat mengakibatkan stres dan depresi.
Faktor terakhir yang membuat seseorang merasakan ambisius tidak sehat yang berujung pada duck syndrome adalah adanya trauma masa lalu.
Trauma ini misalnya berupa pengalaman sebagai korban kekerasan seksual, entah itu verbal maupun fisik, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ditinggal wafat oleh orang yang disayangi, hingga perundungan di sekolah.
Baca Juga
Duck syndrome bukanlah diagnosis formal dalam ilmu psikologis, tapi Anda tetap dapat berkonsultasi dengan psikolog untuk meredakan rasa ingin pamer berlebihan yang selalu muncul.
Biasanya, psikolog akan membantu meringankan penyebab yang melatarbelakanginya, terutama bila Anda mengalami trauma atau gangguan psikologis.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang duck syndrome, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Ditulis oleh Asni Harismi
Referensi
Artikel Terkait
Masalah finansial bisa jadi salah satu tersangka utama penyebab seseorang tak bisa tenang. Stres, itu pasti. Itulah mengapa cara mengelola keuangan penting demi kesehatan mental seseorang. Jangan sampai besar pasak daripada tiang atau justru terjebak dalam perencanaan keuangan yang merugikan.
17 Sep 2020
Paranoid adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan rasa selalu curiga dan tidak percaya pada orang lain tanpa alasan yang jelas. Penderita gangguan ini meyakini bahwa orang lain mencoba merendahkan, menyakiti, atau mengancam mereka.
3 Mei 2023
Susah tidur karena overthinking? Tenang saja, ada segudang cara mengatasi susah tidur karena banyak pikiran yang bisa dicoba, seperti bermeditasi hingga curhat dengan keluarga.
1 Feb 2021
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved