Mengambil keputusan yang salah seringkali menyisakan penyesalan. Ada beberapa hal yang menjadi alasan seseorang mengambil keputusan yang salah, seperti kurang perbandingan, terlalu optimis, kelelahan, hingga adanya gangguan.
2023-03-24 17:44:25
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Kelelahan dapat menjadi faktor yang membuat seseorang salah mengambil keputusan
Mulai dari yang sederhana hingga berkaitan dengan hidup mati, setiap orang pasti pernah mengambil keputusan dalam hidupnya. Termasuk, keputusan yang salah. Terkadang, ada kalanya dampak dari keputusan itu begitu luar biasa hingga membuat Anda berpikir, bagaimana bisa itu terjadi?
Advertisement
Sebenarnya, ada penjelasan terkait mengapa seseorang bisa mengambil keputusan yang tidak rasional. Beberapa faktor turut berperan dalam terjadinya hal yang tak diinginkan ini.
Dengan memahami beberapa faktor pemicu diambilnya keputusan yang salah, diharapkan bisa berpengaruh terhadap pola pikir. Siapa tahu, beberapa poin di bawah ini bisa menjadi langkah antisipasi Anda agar tidak terjebak mengambil keputusan yang salah, lagi dan lagi.
Jadi, apa saja faktornya?
Otak memang bekerja dengan cara yang menakjubkan. Meski demikian, ada keterbatasan dalam memproses informasi. Alhasil, otak akan mengandalkan jalan pintas kognitif yang disebut heuristic.
Mudahnya, jalan pintas ini adalah hanya memperhitungkan hal yang terlintas dengan cepat di pikiran saja, tanpa benar-benar menyelaminya lebih dalam. Bias pasti terjadi. Inilah yang kemudian berpengaruh terhadap terbentuknya keputusan yang salah.
Salah satu senjata utama ketika akan mengambil keputusan adalah dengan melakukan perbandingan. Jangan ragu untuk mengalokasikan waktu lebih lama demi membandingkan beberapa faktor. Ini berlaku baik untuk keputusan sederhana seperti memesan makanan online atau keputusan besar dalam hidup.
Lagi-lagi, kesalahan mengambil keputusan ini juga terjadi karena terburu-buru. Untuk menghindarinya, sebaiknya lakukan perbandingan secara menyeluruh ketimbang memutuskan dengan cepat tanpa perhitungan sebelumnya.
Menjadi optimistis itu baik, tapi belum tentu ketika dalam hal pengambilan keputusan. Ini termasuk mengabaikan risiko yang mungkin terjadi dari sebuah keputusan, dan meyakinkan diri bahwa hal buruk tidak akan terjadi
Ini juga terkait dengan tendensi alami bahwa hal buruk lebih mungkin terjadi pada orang lain, bukan diri sendiri. Bahkan ketika hal buruk terjadi, orang yang terlalu optimistis cenderung menyalahkan faktor internal orang lain.
Sayangnya, ini bisa menjadi bumerang ketika diaplikasikan dalam proses pengambilan keputusan. Ada bias yang membuat mereka seakan tutup mata terhadap bahaya yang mungkin mengintai.
Orang yang sangat berenergi atau sehat sekalipun, pasti pernah kelelahan hingga tak bisa berpikir jernih sebelum mengambil keputusan. Salah satu studi terkait hal ini adalah terkait keputusan hakim dalam mengabulkan pembebasan bersyarat tahanan.
Hakim yang melakukan sidang di pagi hari cenderung mengabulkan permintaan itu. Sementara ketika memasuki sidang kesekian di siang atau sore hari, muncul decision fatigue sehingga tidak lagi objektif mengambil keputusan.
Untuk mengatasinya, identifikasi terlebih dahulu keputusan mana yang paling penting. Kemudian, prioritaskan waktu sehingga bisa mengambil keputusan saat level energi masih tinggi.
Teknologi datang bagaikan air bah yang membuat orang mudah sekali terdistraksi hanya dengan menengok ke platform media sosial sesekali. Otak harus bekerja keras lebih hebat lagi dengan gelombang informasi dan distraksi luar biasa saat ini.
Ini juga merupakan faktor terjadinya keputusan yang salah. Sulit rasanya untuk fokus di tengah distraksi yang begitu banyak. Bahkan, bisa saja saat sedang melihat ponsel atau laptop, tiba-tiba hilang begitu saja ingatan tentang apa yang akan dilakukan. Sangat berbahaya.
Sudah tidak zamannya mengagung-agungkan kemampuan multi-tasking. Sebab, mono-tasking atau fokus pada satu pekerjaan hingga tuntas justru benar-benar sulit.
Selain itu, multi-tasking juga merupakan biang kerok seseorang bisa salah mengambil keputusan. Apa lagi sebabnya jika bukan karena tidak fokus dan bisa berpikir mendalam tentang suatu hal sebelum memutuskan.
Jadi, ketika akan mengambil keputusan penting, sebaiknya alokasikan rentang waktu khusus untuk mendalaminya. Kemudian, ambil keputusan ketika tidak ada hal lain yang sedang dikerjakan. Fokus itu penting untuk menghindari mengambil keputusan yang salah.
Jangan lupakan pula bahwa emosi memegang peran penting dalam mengambil keputusan. Memang penting untuk validasi emosi. Namun, sebaiknya tahan agar jangan sampai memutuskan sesuatu ketika sedang merasa emosi.
Tahan dan beri waktu hingga emosi mereda sehingga dapat memproses dan berpikir lebih jernih. Jangan sampai, emosi membuat Anda mengambil keputusan yang salah dan disesali di kemudian hari.
Baca Juga
Fokus adalah faktor fundamental dalam mengambil keputusan. Ketika seseorang fokus, mereka bisa mempertimbangkan banyak hal secara mendalam tanpa rentan terjebak dalam bias atau distraksi.
Jadi, sebaiknya mulai berlatih dari keputusan-keputusan sederhana. Alokasikan waktu untuk berpikir secara fokus sebelum memutuskan. Barulah kemudian, kebiasaan ini bisa diaplikasikan pada keputusan lain yang lebih besar.
Untuk berdiskusi lebih lanjut seputar bagaimana menghindari terjebak dalam tsunami informasi di era media sosial ini, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Kebiasaan mengonsumsi hal-hal yang tidak lazim, seperti sabun, mungkin dianggap sebagai suatu lelucon. Padahal, kondisi ini merupakan gangguan makan yang disebut pica. Salah satu komplikasi akibat pica adalah kerusakan otak.
Muesli adalah makanan serupa oat yang berasal dari Swiss. Campuran dari muesli adalah rolled oat, biji-bijian, buah kering, dan juga kacang-kacangan.
INTJ adalah salah satu dari 16 tipe kepribadian MBTI. Orang INTJ dikatakan cenderung menyendiri dan senang dengan konsep abstrak yang hanya dimengerti sebagian orang.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved