Selalu ada alasan untuk melakukan impulse buying. Namun, ada juga tips bagi Anda yang ingin mengakhiri kebiasaan buruk ini. Berikut beberapa cara untuk menghindari kebiasaan buruk impulse buying.
12 Mei 2020
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Ilustrasi impulse buying
Table of Content
Ketika hari raya seperti Idul Fitri sudah dekat, rasanya banyak hal yang ingin Anda beli tanpa pikir panjang. Jangan biarkan sikap itu berkembang karena bisa jadi Anda hanya merasakan gejala impulse buying yang sebaiknya dihindari ketika berbelanja.
Advertisement
Menurut kamus Cambridge, impulse buying adalah keputusan untuk membeli suatu barang yang sebelumnya tidak Anda rencanakan sebelumnya. Ciri khas impulse buying sangat sederhana, yakni Anda melihat barang itu, kemudian tanpa pikir panjang langsung membelinya di saat itu juga.
Makanan, pakaian, sepatu, serta barang-barang kebutuhan rumah tangga merupakan hal yang paling sering menjadi sasaran impulse buying. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan juga Anda akan membeli barang lain tanpa pikir panjang.
Tidak jarang, Anda melakukan impulse buying tanpa disadari. Banyak faktor yang melandasi hal ini, mulai dari kondisi mental dan pola pikir Anda hingga strategi pemasaran yang dilakukan oleh para penjual barang-barang tersebut.
Berikut beberapa alasan seseorang melakukan impulse buying dilihat dari kacamata psikologi.
Salah satu alasan paling sederhana dari impulse buying adalah karena Anda suka berbelanja. Dalam kasus yang ekstrem, Anda bisa berubah menjadi shopaholic alias penggila belanja.
Ketika membeli barang-barang baru, Anda merasa seperti disuntikkan energi baru dan kesenangan sesaat. Anda tidak peduli bahwa barang tersebut tidak memiliki kegunaan bagi Anda di masa kini maupun masa depan.
Normalnya, Anda akan berpikir panjang mengenai harga dan kegunaan sebuah barang sebelum membeli. Namun ketika ada diskon, pertimbangan ini akan luruh.
Bahkan, tidak jarang muncul rasa bersalah jika Anda tidak segera membeli barang tesebut karena ada kemungkinan Anda harus membeli barang itu di masa mendatang dengan harga normal. Inilah yang dinamakan dengan loss aversion switch.
Pertimbangan lain ketika Anda melakukan impulse buying adalah soal nilai barang yang diprediksi akan meningkat di masa depan sehingga Anda berpikir itu layak untuk segera dibeli. Misalnya, ketika Anda menimbun banyak masker, hand sanitizer, hingga bahan kebutuhan pokok di tengah pandemi.
Pernahkah Anda ingin membeli barang hanya karena mereka menawarkan produk bonus? Tidak jarang ada produsen yang menyertakan kata-kata seperti ‘beli 2, gratis 1’ atau ‘isi lebih banyak’ untuk memantik impulse buying yang ada pada diri Anda.
Bonus yang terdapat pada produk akan membuat Anda berpikir bahwa barang tersebut memiliki nilai tambah dibanding barang sejenis. Kesan ini tidak jarang membuat kita lengah sehingga tidak meneliti lebih jauh apakah produk tersebut memang berkualitas.
Sesekali membeli barang untuk menyenangkan diri sendiri memang tidak ada salahnya. Bahkan, tidak jarang psikolog menganjurkan Anda untuk melakukannya demi menjaga kesehatan mental, mengurangi stres, hingga menghindari depresi.
Hanya saja, impulse buying yang tidak terkontrol justru berpotensi menambah stres, mengakibatkan konflik di dalam diri sendiri maupun dengan pasangan, hingga tentu saja menguras tabungan Anda. Untuk itu, ada baiknya Anda melakukan tips menghindari impulse buying sebagai berikut:
Bila tiba-tiba Anda merasa ingin membeli suatu barang yang baru saja Anda lihat, jangan langsung membayarnya. Anda bisa berbelanja barang kebutuhan lain saat tengah berada di supermarket atau toko fisik lainnya.
Jika sedang berbelanja online, coba menutup aplikasi dan lanjutkan kegiatan Anda sehari-hari. Biasanya, keinginan impulse buying akan mereda ketika pikiran Anda terfokus pada hal-hal lain.
Berikan waktu bagi akal sehat Anda untuk berpikir apakah barang tersebut memang Anda perlukan untuk saat ini. Jika memang ada keperluan lain yang lebih penting, apalagi jika budget Anda pas-pasan, sebaiknya urungkan niat untuk membeli barang tersebut di masa sekarang.
Stres akan membuat otak tidak bekerja dengan rasional. Jangan juga belanja makanan saat Anda lapar. Untuk mengantisipasi impulse buying, Anda sebaiknya membuat daftar belanja, kemudian mendisiplinkan diri untuk hanya membeli barang yang tertera di dalamnya.
Jika ketiga langkah di atas tidak efektif juga dalam mengurangi impulse buying, cobalah mengurangi anggaran belanja Anda. Salah satu prakteknya adalah dengan hanya membawa uang tunai sesuai budget belanja saat itu dan jangan mengandalkan kartu debit, apalagi kartu kredit agar tidak terjebak label diskon maupun bonus.
Baca Juga
Impulsif adalah hal yang tidak boleh diabaikan. Dengan mengikuti beberapa langkah di atas, diharapkan Anda dapat menghindari perilaku buruk ini. Usahakan untuk belanja seperlunya dan berpikirlah matang-matang sebelum belanja.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Warna ungu memiliki makna yang mewah dan misterius. Di beberapa kebudayaan, warna cerah ini bisa mencerminkan kedukaan atau keberanian yang besar.
Fluoxetine adalah jenis antidepresan yang masuk dalam kategori selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Contoh merek dagang obat yang mengandung fluoxetine adalah prozac. Fungsinya adalah untuk mengobati depresi, bulimia, dan juga gangguan obsesif kompulsif.
Terapi tertentu seperti terapi seni (art therapy) atau terapi bermain (play therapy) adalah salah satu jenis pengobatan gangguan mental pada anak. Gejala gangguan mental anak salah satunya suasana hati mudah berubah.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved